kesehatan anak, Psikologi anak, Ebook Kedokteran,

Kamis, 13 Agustus 2009

SINDROMA GUILLAIN-BARR (GBS) pada anak

BATASAN
Sinonimnya: Guillain-Barr� Syndrome (GBS) atau Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) atau Acute Febrile Polyneuritis adalah kelemahan motorik yang progresif dan arefleksi. Sering disertai gangguan sensorik, otonomik dan abnormalitas batang otak. Timbulnya didahului oleh infeksi virus.
PATOFISIOLOGI
Adanya infeksi virus menyebabkan penurunan kadar supresor sel-T sehingga kadar sel-T, sel-B dan limfosit meningkat. Kemudian sel limfosit dan makrofag melakukan infiltrasi ke dalam membran basalis serabut saraf sehingga menimbulkan kerusakan mielin dan degenerasi Wallerian, yang kemudian menimbulkan inflamasi saraf tepi terutama di daerah radiks saraf.
Beberapa pemicu patogen terjadinya SGB antara lain: virus Epstein-Barr, virus sitomegalo, hepatitis, varisela, Mycoplasma pneumonia dan Campylobacter jejuni.
Dugaan bahwa imunitas selular atau humoral berperan dalam kerusakan mielin masih merupakan kontroversi.
CD4+ helper-inducer T-cell merupakan mediator penting terjadinya SGB. Antigen spesifik seperti myelin P-2, ganglioside GQ1b, GM1, dan GT1a diduga ikut berperan dalam proses penyakit.
Ada 2 bentuk SGB, yaitu:
  1. Tipe demyelinating
Terjadi demielinisasi segmental saraf tepi yang disebabkan oleh infiltrasi sel-sel radang
  1. Tipe axonal
Terjadi degenerasi akson tanpa proses demielinisasi atau peradangan


GEJALA KLINIS
        Kelumpuhan akut, simetris dan ascending
        Nyeri dan gangguan sensori
        Hipotensi ortostatik
        Pengeluaran keringat abnormal
        Takikardia

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
  • Anamnesis:
    • Riwayat infeksi virus 2-4 minggu sebelumnya
    • Retensi urin (10-15%)
    • Nyeri (50%), sehingga anak menjadi rewel dan irritable
  • Pemeriksaan fisik:
    • Kelemahan otot ascending dan hilangnya refleks fisiologis (Tanda khas SGB).
    • Kelemahan kaki (dropfoot) merupakan gejala pertama. Dan kelemahan ini dapat mengenai otot-otot pernafasan hingga membutuhkan respirator.
    • Instabilitas otonom (26%). Berupa neuropati otonomik yang mengenai sistim simpatis dan parasimpatis dengan manifestasi klinis berupa hipotensi ortostatik, disfungsi pupil, pengeluaran keringat abnormal dan takikardia.
    • Ataksia (23%)
    • Gangguan saraf kranial (35-50%)
        Pemeriksaan laboratorium:
Cairan Serebro Spinal (CSS): hasil analisa CSS normal dalam 48 jam pertama, kemudian diikuti kenaikan kadar protein CSS pada minggu II tanpa atau disertai sedikit kenaikan lekosit (albuminocytologic dissociation).


        Pemeriksaan elektrofisiologi:
EMG dan Nerve Conduction Velocity (NCV):
    • Minggu I: terjadi pemanjangan atau hilangnya F-response (88%), prolong distal latencies (75%), blok pada konduksi (58%) dan penurunan kecepatan konduksi (50%).
    • Minggu II: terjadi penurunan potensial aksi otot (100%), prolong distal latencies (92%) dan penurunan kecepatan konduksi (84%).
        Pemeriksaan radiologi:
MRI: Sebaiknya MRI dilakukan pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala SGB. Pemeriksaan MRI dengan menggunakan kontras gadolinium memberikan gambaran peningkatan penyerapan kontras di daerah lumbosakral terutama di kauda equina. Sensitivitas pemeriksaan ini pada SGB adalah 83%.

DIAGNOSIS BANDING
  • Poliomielitis
  • Miositis akut
  • Lesi medula spinalis
PENATALAKSANAAN
  1. Intravenous Imunoglobulin (IVIG) 0,4 g/KgBB/hari IV, selama 5 hari. Perbaikan klinis mulai tampak setelah hari ke 2-3. Terapi ini dapat menurunkan beratnya penyakit dan mempersingkat lamanya sakit.
  2. Plasmafaresis dilakukan 4-5 kali dalam waktu 7-10 hari (hati-hati dapat terjadi hiperkalsemia, perdarahan karena kelainan pembekuan darah dan gangguan otonom).
  3. Dexamethasone 0,5 mg/Kg/hari dibagi dalam 3 dosis (kontroversial).
  4. Rehabilitasi medis diperlukan pada penderita yang sakit lama.
  5. Alat bantu pernafasan (respirator): apabila terjadi kelumpuhan pada otot-otot pernafasan.


KOMPLIKASI
  • Konstipasi (40%)
  • Aritmia (30%)
  • Hipertensi (10-30%)
  • Pnemoni ortostatik
  • Syndrome inapropriate antidiuretic hormone (SIADH) (3%)
  • Dekubitus
  • Kontraktur
PROGNOSIS
Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural (25-36%).
Pada SGB tipe aksonal dengan kelumpuhan hebat prognosisnya jelek dengan angka kematian 1-5% dan kematian biasanya disebabkan karena gagal nafas.
Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP)
DAFTAR PUSTAKA
1.      Abd-Allah SA, Jansen PW, Ashwal S ; Intravenous immunoglobulin as therapy for pediatric Guillain-Barre syndrome. J Child Neurol, 1997 ; 12 : 376-380.
2.      Hughes RA. Rees JH : Clinical and epidemiological features of Guillain-Barre syndrome. J Infect Dis 1997 ; 176 : S92-8.
3.      Jones HR : Childhood Guillain-Barre syndrome : clinical presentation, diagnosis and therapy. J Child Neurol 1996 ; 11 : 4-12.
4.      Korinthenberg R, Monting JS : Natural history and treatment effects in Guillain-Barre syndrome : a multicentre study. Arch Dis Child 1996 ; 74 : 281-7.
5.      Prevots DR, Sutter RW : Assessment of Guillain-Barre syndrome mortality and morbidity in the United States : implications for acute flaccid paralysis surveillance. J Infect Dis 1997 ; 175 : S151.
6.      Ucapan terima kasih kepada : dr. Erny, Sp.A atas bantuan dalam penyusunan pedoman diagnosis & terapi, Neurologi anak

0 komentar:

EBOOK GRATIS

”buku ”buku ”buku ”diagnosis ”buku

Entri Populer

Arsip Blog