kesehatan anak, Psikologi anak, Ebook Kedokteran,

Kamis, 13 Agustus 2009

Kurang Energi Protein (KEP)

BATASAN
KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.
PATOFISIOLOGI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan  protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi.Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/�decompensated malnutrition�). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi  sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition).  Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.
GEJALA KLINIS
Secara klinis KEP terdapat  dalam 3 tipe yaitu :
1.  Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab    dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut    dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak    merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
2.  Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
3.  Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.
DIAGNOSIS
1.      Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)
2.      Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
3.      Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)
4.      Analisis diet
Klasifikasi :
1.  KEP ringan   : > 80-90% BB  ideal terhadap TB (WHO-CD
2.  KEP sedang : > 70-80% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC) 
3.  KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
DIAGNOSA BANDING
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan :
-         Sindroma nefrotik
-         Sirosis hepatis
-         Payah jantung kongestif
-         Pellagra infantil
PENATALAKSANAAN
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
    1.1. Penanganan hipoglikemi
    1.2. Penanganan hipotermi
    1.3. Penanganan dehidrasi
    1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
    1.5. Pengobatan infeksi
    1.6. Pemberian makanan
    1.7. Fasilitasi tumbuh kejar
    1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro
    1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
     1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
    1.  Defisiensi vitamin A
         Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
             * umur > 1 tahun               : 200.000 SI/kali
             * umur 6 � 12 bulan          : 100.000 SI/kali
             * umur 0 � 5 bulan            :   50.000 SI/kali
         Bila ada ulkus dimata diberikan :
        Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
        Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
        Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2.   Dermatosis
      Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit  mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
1.      kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit
2.      beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
3.      usahakan agar daerah perineum tetap kering
4.      umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3.   Parasit/cacing
   Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.
4.   Diare melanjut
   Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5.   Tuberkulosis
   Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
1.      Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan  keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
         Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
         Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
2.      Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
        Hb < 4 g/dl
        Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah :
      Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan �packed red cells� untuk transfusi dengan jumlah yang sama.
      Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Alleyne G.A.O., Hay R.W., Picau D.I., Stanfield J.P., White head R.G., 1977.  The ecology and pathogenesis of protein�energic malnutrition. Dalam : Alleyne GAO, Hay RW, Picau DI et al, eds. Protein�energy malnutrition. London : Edward Arnold Ltd, 8-24.
2.      Baker SS, 1997. Protein Energy Malnutrition in The hospitalized Pediatric Patient.   In : (Walker WA, Watkins JP, eds). Nutrition in Pediatrics : Basic Science and Clinical Applications, 2nd ed : BC.Decker Inc. Publisher;  London , 162-168.
3.      Barness L.A., Curran J.S., 1996. Nutrition. Dalam : Berhman R.E., Kligman R.M., Jenson H.B., eds. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke lima belas. Philadelphia : W.B. Saunders Co, 141-161.
4.      Colon RF, 1993. Clinical and laboratory assesssment of the malnourished child. In : Suskind RM, Suskind LL eds. Textbook of pediatric nutrition, 2nd ed. Raven Press  Ltd ; New York : 191-205.
5.      Farthing MJG, Keusen GT, 1985. In : Arneil GC, Metcoff J, eds. Pediatric Nutrition 1st ed. Butterworths. London : 194-218.
6.      Golden M.H.N., 2001. Severe malnutrition.  Dalam : (Golden MHN ed). Childhood Malnutrition : Its consequences and management. What is the etiology of kuashiorkor? Surakarta : Joint symposium between Departement  of Nutrition & Departement of Paediatrics Faculty of Medicine, Sebelas Maret University and the Centre for Human Nutrition, University of Sheffielob UK, 1278-1296.
7.      Kodyat, BA, 1995. Masalah Gizi masyarakat dan program penanggulangannya. Dalam : Samsudin, Nasar SS, Sjarif DR, ed. Masalah gizi ganda dan tumbuh kembang anak. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXV; 11-12 Agustus 1995; Balai Penerbit FKUI Jakarta, 12-31.
8.      Krause MV, Mohan LK, 1996. Nutritional deficiency disease. In : Krause MV, Mahan LK, eds. Food, nutrition, and diet therapy. 9th ed. W.B. Saunders Co. Philadelphia : 387-420.
9.      Lauque S, Nourhashemi F, Vellas B, 1999. Nutritional evaluation tools in the elderly. Z Gerontol Geriat 32 : S45-S54.
10.  Lees MH, et al, 1965. Relative hypermetabolism in infants with congenital heart disease and undernutrition. Pediatrics 36 : 183-91.
11.  Mc Laren Ds, 1991. Nutritional Assessment and Survellance. In : (Mc Laren et. al. eds). Text Book of Paediatric Nutrition 3rd ed. Churchill Livingstone.  Edinburgh : 309-317.
12.  Puone T, Sanders D, Chopra M , 2001. Evaluating the Clinical Management of Severely Malnourished Children. A Study of Two Rural District Hospital.  Afr Med J 22 : 137-141.
13.  Soedarmo P., Sediaoetama, A.D., 1977. Penyakit-penyakit gizi salah (Malnutrition). Dalam : Ilmu gizi : Masalah gizi Indonesia dan perbaikannya. Dian Rakyat  Jakarta, 225-248.
14.  Wixted, D. Clinical Nutrition Management. [On line] http://www.kabc.org/nutrit 2.htm  [Diakses : 20 Maret 2003].
15.  World Health Organization, 1983. Measuring in nutritional status : guidelines for assessing the nutritional impact of supplementary feeding programmes for vulnerable groups. Geneva. 

0 komentar:

EBOOK GRATIS

”buku ”buku ”buku ”diagnosis ”buku

Entri Populer

Arsip Blog