kesehatan anak, Psikologi anak, Ebook Kedokteran,

Minggu, 14 Februari 2010

Legenda Lau Kawar

Legenda Lau Kawar


Legenda Lau Kawar merupakan sebuah legenda yang berkembang di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kabupaten yang memiliki wilayah seluas 2.127,25 km, ini terletak di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan, Sumatera Utara.

Oleh karena daerahnya terletak di dataran tinggi, sehingga kabupetan ini dijuluki Taneh Karo Simalem. Kabupaten ini memiliki iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16o sampai 17oC dan tanah yang subur. Maka tidak heran, jika daerah ini sangat kaya dengan keindahan alamnya. Salah satunya adalah keindahan Danau Lau Kawar, yang terletak di Desa Kuta Gugung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo. Air yang bening dan tenang, serta bunga-bunga anggrek yang indah, yang mengelilingi danau ini menjadi pesona alam yang mengagumkan.

Menurut masyarakat setempat, sebelum terbentuk menjadi sebuah danau yang indah, Danau Lau Kawar adalah sebuah desa yang bernama Kawar. Dahulu, daerah tersebut merupakan kawasan pertanian yang sangat subur. Mata pencaharian utama penduduknya adalah bercocok tanam. Hasil pertanian mereka selalu melimpah ruah, meskipun tidak pernah memakai pupuk dan obat-obatan seperti sekarang ini. Suatu waktu, terjadi malapetaka besar, sehingga desa Kawar yang pada awalnya merupakan sebuah desa yang subur menjelma menjadi sebuah danau. Apa sebenarnya yang terjadi dengan desa Kawar itu? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita rakyat berikut ini!....

Pada zaman dahulu kala, tersebutlah dalam sebuah kisah, ada sebuah desa yang sangat subur di daerah Kabupaten Karo. Desa Kawar namanya. Penduduk desa ini umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Hasil panen mereka selalu melimpah ruah. Suatu waktu, hasil panen mereka meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Lumbung-lumbung mereka penuh dengan padi. Bahkan banyak dari mereka yang lumbungnya tidak muat dengan hasil panen. Untuk mensyukuri nikmat Tuhan tersebut, mereka pun bergotong-royong untuk mengadakan selamatan dengan menyelenggarakan upacara adat.

Pada hari pelaksanaan upacara adat tersebut, Desa Kawar tampak ramai dan semarak. Para penduduk mengenakan pakaian yang berwarna-warni serta perhiasan yang indah. Kaum perempuan pada sibuk memasak berbagai macam masakan untuk dimakan bersama dalam upacara tersebut.
Pelaksanaan upacara juga dimeriahkan dengan pagelaran Gendang Guro-Guro Aron, musik khas masyarakat Karo. Pada pesta yang hanya dilaksanakan setahun sekali itu, seluruh penduduk hadi dalam pesta tersebut, kecuali seorang nenek tua renta yang sedang menderita sakit lumpuh. Tidak ketinggalan pula anak, menantu maupun cucunya turut hadir dalam acara itu.
Tinggallah nenek tua itu seorang sendiri terbaring di atas pembaringannya.
“Ya, Tuhan! Aku ingin sekali menghadiri pesta itu. Tapi, apa dayaku ini. Jangankan berjalan, berdiri pun aku sudah tak sanggup,” ratap si nenek tua dalam hati.

Dalam keadaan demikian, ia hanya bisa membayangkan betapa meriahnya suasana pesta itu. Jika terdengar sayup-sayup suara Gendang Guro-guro Aron didendangkan, teringatlah ketika ia masih remaja. Pada pesta Gendang Guro-Guro Aron itu, remaja laki-laki dan perempuan menari berpasang-pasangan. Alangkah bahagianya saat-saat seperti itu. Namun, semua itu hanya tinggal kenangan di masa muda si nenek. Kini, tinggal siksaan dan penderitaan yang dialami di usia senjanya. Ia menderita seorang diri dalam kesepian. Tak seorang pun yang ingin mengajaknya bicara. Hanya deraian air mata yang menemaninya untuk menghilangkan bebannya. Ia seakan-akan merasa seperti sampah yang tak berguna, semua orang tidak ada yang peduli padanya, termasuk anak, menantu serta cucu-cucunya.

Ketika tiba saatnya makan siang, semua penduduk yang hadir dalam pesta tersebut berkumpul untuk menyantap makanan yang telah disiapkan. Di sana tersedia daging panggang lembu, kambing, babi, dan ayam yang masih hangat. Suasana yang sejuk membuat mereka bertambah lahab dalam menikmati berbagai hidangan tersebut. Di tengah-tengah lahabnya mereka makan sekali-kali terdengar tawa, karena di antara mereka ada saja yang membuat lelucon. Rasa gembira yang berlebihan membuat mereka lupa diri, termasuk anak dan menantu si nenek itu. Mereka benar-benar lupa ibu mereka yang sedang terbaring lemas sendirian di rumah.

Sementara itu, si nenek sudah merasa sangat lapar, karena sejak pagi belum ada sedikit pun makanan yang mengisi perutnya. Kini, ia sangat mengharapkan anak atau menantunya ingat dan segera mengantarkan makanan. Namun, setelah ditunggu-tunggu, tak seorang pun yang datang.
“Aduuuh… ! Perutku rasanya melilit-lilit. Tapi, kenapa sampai saat ini anak-anakku tidak mengantarkan makanan untukku?” keluh si nenek yang badannya sudah gemetar menahan lapar. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, ia mencoba mencari makanan di dapur, tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa. Rupanya, sang anak sengaja tidak memasak pada hari itu, karena di tempat upacara tersedia banyak makanan.

Akhirnya, si nenek tua terpaksa beringsut-ingsut kembali ke pembaringannya. Ia sangat kecewa, tak terasa air matanya keluar dari kedua kelopak matanya. Ibu tua itu menangisi nasibnya yang malang.
“Ya, Tuhan! Anak-cukuku benar-benar tega membiarkan aku menderita begini. Di sana mereka makan enak-enak sampai kenyang, sedang aku dibiarkan kelaparan. Sungguh kejam mereka!” kata nenek tua itu dalam hati dengan perasaan kecewa.

Beberapa saat kemudian, pesta makan-makan dalam upacara itu telah usai. Rupanya sang anak baru teringat pada ibunya di rumah. Ia kemudian segera menghampiri istrinya. “Isriku! Apakah kamu sudah mengantar makanan untuk ibu?” tanya sang suami kepada istrinya.
“Belum?” jawab istrinya.
“Kalau begitu, tolong bungkuskan makanan, lalu suruh anak kita menghantarkannya pulang!” perintah sang suami.
“Baiklah, suamiku!‘ jawab sang istri. Wanita itu pun segera membungkus makanan lalu menyuruh anaknya, “Anakku! Antarkan makanan ini kepada nenek di rumah!” perintah sang ibu.
“Baik, Bu!” jawab anaknya yang langsung berlari sambil membawa makanan itu pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, anak itu segera menyerahkan makanan itu kepada neneknya, lalu berlari kembali ke tempat upacara.

Alangkah senangnya hati sang nenek. Pada saat-saat lapar seperti itu, tiba-tiba ada yang membawakan makanan. Dengan perasaan gembira, sang nenek pun segera membuka bungkusan itu. Namun betapa kecewanya ia, ternyata isi bungkusan itu hanyalah sisa-sisa makanan. Beberapa potong tulang sapi dan kambing yang hampir habis dagingnya.
“Ya, Tuhan! Apakah mereka sudah menganggapku seperti binatang. Kenapa mereka memberiku sisa-sisa makanan dan tulang-tulang,” gumam si nenek tua dengan perasaan kesal.

Sebetulnya bungkusan itu berisi daging panggang yang masih utuh. Namun, di tengah perjalanan si cucu telah memakan sebagian isi bungkusan itu, sehingga yang tersisa hanyalah tulang-tulang. Si nenek tua yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya, mengira anak dan menantunya telah tega melakukan hal itu. Maka, dengan perlakuan itu, ia merasa sangat sedih dan terhina. Air matanya pun tak terbendung lagi. Ia kemudian berdoa kepada Tuhan agar mengutuk anak dan menantunya itu.
“Ya, Tuhan!” Mereka telah berbuat durhaka kepadaku. Berilah mereka pelajaran!” perempuan tua itu memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

Baru saja kalimat itu lepas dari mulut si nenek tua, tiba-tiba terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat. Langit pun menjadi mendung, guntur menggelegar bagai memecah langit, dan tak lama kemudian hujan turun dengan lebatnya. Seluruh penduduk yang semula bersuka-ria, tiba-tiba menjadi panik. Suara jerit tangis meminta tolong pun terdengar dari mana-mana. Namun, mereka sudah tidak bisa menghindar dari keganasan alam yang sungguh mengerikan itu.

Dalam sekejap, desa Kawar yang subur dan makmur tiba-tiba tenggelam. Tak seorang pun penduduknya yang selamat dalam peristiwa itu.

Beberapa hari kemudian, desa itu berubah menjadi sebuah kawah besar yang digenangi air. Oleh masyarakat setempat, kawah itu diberi nama Lau Kawar.
Demikianlah cerita tentang Asal Mula Lau Kawar dari daerah Tanah Karo, Sumatera Utara.

Cerita di atas termasuk cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pesan moral. Sedikitnya ada tiga pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu pandai mensyukuri nikmat, menjauhi sifat durhaka kepada orang tua, dan menyia-nyiakan amanat.

Pertama, pandai mensyukuri nikmat. Sifat ini tercermin pada sikap penduduk Desa Karo yang telah melaksanakan selamatan setelah mendapat hasil panen yang melimpah ruah. Sifat ini sangat diutamakan dalam kehidupan orang-orang Melayu. Dalam tunjuk ajar Melayu dikatakan:
wahai ananda dengarlah manat,
besyukurlah engkau beroleh nikmat
karunia Allah wajib diingat
supaya hidupmu beroleh rahmat

Kedua, pesan agar menjauhi sifat durhaka kepada orang tua. Kedurhakaan tersebut tercermin pada perilaku anak, menantu, dan cucu si nenek tua renta itu yang telah mengabaikannya. Sifat durhaka kepada orang tua sangat dipantangkan dalam kehidupan orang Melayu. Dalam ungkapan Melayu dikatakan:
kalau durhaka ke orangtua,
dunia akhirat akan merana

Ketiga, sifat menyia-nyiakan amanah. Sifat ini tercermin pada si cucu yang tidak menyampaikan amanah dari ibunya. Dalam kehidupan orang-orang Melayu, sifat ini juga sangatlah dipantangkan. Sebagaimana dikatakan dalam ungkapan orang tua-tua Melayu berikut:
kalau hendak tahu orang durjana,
dia berbuat orang yang kena








































Budaya Karoshi, Budaya Karo - sejarah marga-marga, Budaya Karo ibas terang kata dibata, Budaya Karo kerja tahun, Budaya Karo pdf, budaya batak karo, sejarah Budaya Karo, seni Budaya Karo, budaya adat karo, budaya tanah karo, artikel Budaya Karo, budaya suku batak karo, lagu budaya batak Karo mp3 download, budaya adat batak karo, sejarah budaya batak karo, seni budaya batak karo, Perkembangan budaya batak karo, makalah budaya batak karo, unsur budaya batak karo, cerita Budaya Karo, contoh Budaya Karo, budaya daerah karo, filsafat Budaya Karo, jenis Budaya Karo, budaya kabupaten karo, budaya khas karo, budaya kalak karo, sosial budaya kabupaten karo, kesenian budaya karo, gambaran sosial budaya kabupaten karo, keragaman budaya karo, lagu budaya karo, mengenal budaya karo, makalah Budaya Karo, budaya orang karo, pengertian Budaya Karo, pantun Budaya Karo, radio Budaya Karo, pesta Budaya Karo, acara Budaya Karo, musik Budaya Karo, situs Budaya Karo, situs Budaya Karo, website Budaya Karo, tarian Budaya Karo, tenah Budaya Karo, tentang budaya karo.
mp3 lagu karo, lirik lagu karo, lagu karo mp3, lagu perjabun, lagu pengantin mp3, lagu pengantin teks, lirik lagu pengantin karo, download lagu karo, festival lagu karo, teks lagu karo, lagu pengantin karo, lagu pengantin karo mp3, gratis dowload lagu karo, 
Masyarakat karo tempo dulu, Masyarakat karo terobos mendagri,  Masyarakat karo demo bupati, himpunan Masyarakat karo indonesia, tokoh Masyarakat karo, demo Masyarakat karo, sejarah Masyarakat karo, tradisi Masyarakat karo, cerita masyarakat karo, legenda Masyarakat karo, masyarakat adat karo, agama Masyarakat karo, himpunan Masyarakat karo, karakteristik Masyarakat karo, kepercayaan Masyarakat karo, karakter Masyarakat karo, kekerabatan Masyarakat karo, asal usul Masyarakat karo, latar belakang Masyarakat karo, sistem kekerabatan Masyarakat karo, organisasi Masyarakat karo, masyarakat tanah karo.

Obat Puyer adalah solusi

Secara kompetensi seharusnya apotekerlah yang paling berhak membicarakan masalah bentuk sediaan puyer. Karena dari semua tenaga kesehatan yang ada, hanya apoekerlah yang mempelajari sifat kimia fisik bahan obat. Tetapi kenyataannya tidak hanya apoteker yang mebicarakan masalah bahaya sediaan puyer, sehingga terjadi kekawatiran berlebih dari sebagian masyarakat. Puyer yang seharusnya menjadi salah satu solusi dalam ilmu pengobatan yang seharusnya malah menentramkan masyarakat, justru menjadi sesuatu yang sangat menakutkan karena dibahas dengan cara yang salah.
Dan selanjutnya pembicaraan puyer bisa jadi akan lebih sangat membahayakan bila pemahaman dari masyarakat terhadap bentuk sediaan puyer ini semakin salah
Dari bahasan bahaya sediaan puyer yang saya tangkap, banyak hal-hal yang seharusnya bukan permasalahan formulasi sediaan puyer, tetapi bentuk sediaan puyerlah yang menjadi kambing hitam. Sebagai contoh masalah polifarmasi. Polifarmasi bisa saja terjadi pada peresepan dengan obat dengan bentuk sediaan apapun juga, karena polifarmasi adalah ketrampilan dari dokter dalam terapi yang diwujudkan dalam bentuk resep. Bila ketrampilan dokter dalam mengambil keputusan profesinya lebih mengarah pada poli farmasi, meskipun mereka memberikan resep dalam bentuk sediaan bukan puyerpun sering kali poli farmasi juga terjadi. Disini jelas-jelas bahwa poli farmasi bukan salahnya bentuk sediaan puyer, tetapi masalah ketrampilan dan kemampuan dokter dalam pengobatan
Bila kita menginginkan polifarmasi tidak terjadi, maka solusinya adalah dengan meningkatkan ketrampian dokter. Bila ketrampilan dokter cukup dalam menghindari polifarmasi maka tidak akan ada polifarmasi dalam sediaan puyer, Kecuali apoteker diberi kewenangan sampai merubah obat atau mengurangi obat. Atau juga suatu semisal dokter hanya menulis diagnosa saja, maka apoteker bisa mengatasi masalah polifarmasi dalam puyer. Disini kelihatan bahwa masalah polifarmasi dinegara kita bukan masalah kefarmasian khususnya bentuk sediaan, tetapi masalah ketrampilan dokter dalam mengambil keputusan. Dan selanjutnya kontroversi masalah bentuk sediaan puyer terkait polifarmasi seharusnya tidak perlu terjadi apalagi sampai pada pelarangan bentuk sediaan puyer
Pada kaitan puyer dengan masalah kaidah kefarmasian seperti : stabilitas bahan obat, kebersihan ruangan, kebersihan alat, interaksi obat dsb, memang masalah kefarmasian yang seharusnya memang menjadi bagian dalam kegiatan apoteker di apotek. Yang menjadi permasalahan disini adalah tidak hanya apoteker yang melakukan kegiatan pembuatan sediaan puyer ini. Dan secara umum bahasan yang terkait puyer ini juga termasuk kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lain bukan apoteker.
Seperti pada kasus mortir yang tidak dicuci. Disini sangat jelas bila masalah ini adalah terkait dengan kaidah kefarmasian. Bila puyer dilakukan diapotek sangat dimungkinkan bila setiap habis dipakai untuk membuat sediaan puyer mortir selalu dicuci seperti pada apotek saya, tetapi bagaimana bila pada praktek dokter dan bidan desa atau polindes yang tempat cucinya mungkin tidak menjadi satu dengan ruangan racik yang umumnya juga menjadi satu dengan ruang praktek ? Bila ada kasus seperti ini seharusnya juga menjadi tanggung jawab dari dinas kesehatan sebagai pembina dan pemberi ijin praktek. Seharusnya pada masalah ini dinas kesehatan yang mengambil alih dan menjamin akan melakukan pembinaan sehingga akan terjamin suatu produk layanan kesehatan yang sesuai standart layanan. Dan mungkin yang menjadi masalah pada dinas kesehatan adalah kekurangan jumlah apoteker sebagai pembina yang berkompeten terhadap masalah kefarmasian.
Stabilitas obat. sering kali juga terjadi obat yang tidak stabil juga diinginkan digerus oleh dokter dalam resepnya. Saya terkadang harus menolak dengan persetujuan pasien karena alasan obat kurang rasional untuk digerus. Disini seharusnya dokter tunduk pada aturan kefarmasian, bila apoteker secara keilmu kefarmasian menyatakan obat tidak stabil, maka keputusan profesi ada ditangan apoteker.
Pada kasus yang lain yang terkait kefarmasian seharusnya dokter sebagai penulis resep juga tunduk pada aturan kefarmasian, karena apoteker memang mempunyai kompetensi untuk itu. Disinilah pentingnya untuk saling menghargai diantara para profesi kesehatan demi meningkatkan derajat kesehatan bangsa.
Dari uraian saya ini sebaiknya kita sebagai tenaga kesehatan yang diakui oleh pemerintah seharusnya bekerja sama dalam membangun bangsa tanpa mementingkan kelompok kita sendiri, tetapi kia harus lebih mementingkan kepetingan dari masyarakat. Seperti pada kasus sediaan puyer ini, seharusya puyer menjadi bagian dari solusi bagi pengembangan kesehatan di negara kita. Yang tidak harus dihilangkan, tetapi justru harus dikembangkan dengan arah pengembangan yang lebih rasional. Demikian juga pada kasus dispensing obat oleh dokter dan tenaga kesehatan lain seharusnya mereka dengan rendah hati mau menyadari bila memproduksi puyer atau obat yang lain mempunyai masalah yang sangat rumit yang seharusnya dilakukan atas suatu kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Bukannya kita tidak suka dokter melakukan dispensing, tetapi memproduksi obat atau mencampur obat bukanlah kompetensi dari dokter. Hal yang sangat baik bagi perkembangan keilmuan dan pembangunan kesehatan bangsa bila kita saling menghargai antar profesi kesehatan. Bagaimanapun juga meracik obat puyer merupakan salah satu proses produksi obat yang kompetensinya melekat pada apoteker dan yang boleh meracik obat seharusnya hanya apoteker. Dan selanjutnya bila puyer yang ada diapotek saja masih dianggap ada masalah, bagaimana dengan yang ada diluar apotek yang tidak didasari dengan kompetensi ?
Sudah seharusnya bagi kita untuk melihat kedalam diri kita masing-masing, apakah puyer masih boleh diproduksi atau tidak. Dan seandainya boleh, sudah seharusnya pula kita memikirkan dan menentukan siapa saja yang boleh dan mempunyai kompetensi untuk membuat sediaan puyer. Agar puyer tetap bisa menjadi salah satu alternati dalam mencari solusi dalam pengobatan.


Bagaimana hubungan industri farmasi dan dokter ?

Bagaimana hubungan industri farmasi dan dokter ? Kita dapat memandang hubungan ini dari berbagai segi. Media massa sering memberitakannya sebagai hubungan yang kurang sehat dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan harga obat di Indonesia semakin tak terjangkau. Industri farmasi melalui perusahaan yang memasarkan obatnya dituduh dengan berbagai cara membujuk dokter untuk meresepkan produknya. Sedangkan dokter diduga telah mengambil keuntungan dari peresepan obat tersebut. Opini publik mengenai hubungan seperti itu cukup kuat seolah memang sebagaian besar dokter melakukannya.
Upaya profesi kedokteran dan farmasi untuk menegakkan etik dalam peran masing-masing sebenarnya cukup nyata. Ikatan Dokter Indonesia berkali-kali mengingatkan anggotanya agar berpihak pada masyarakat lemah dan tidak tergoda bujuk rayu perusahaan farmasi.

Di lain pihak profesi kepfarmasian serta perhimunan industri farmasi juga telah menyusun etik pemasaran yang pada dasarnya mencegah pemasaran obat dengan cara hubungan tak sehat dengan dokter. Pada panduan pemasaran tersebut jelas disebutkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pemasaran obat yang berkaitan dengan hubungan industri farmasi dengan dokter. Pemberian hadiah apalagi uang dilarang. Perusahaan farmasi dapat mendukung program pengembangan profesi dokter namun dukungan tersebut tidak dilakukan untuk perorangan tapi untuk pengembangan

Jika profesi kedokteran dan kefarmasian sudah mempunyai rambu-rambu dalam hubungan industri farmasi dan dokter kenapa masih ada kecurigaan masyarakat

Masyarakat merasakan beban harga obat yang semakin tinggi. Meski mereka memahami biaya untuk penemuan obat baru amat mahal namun mereka juga merasakan bahwa banyak obat sekarang ini yang harganya sudah lebih tinggi daripada emas. Obat yang sudah habis masa patennya di Indonesia tak kunjung turun harganya. Padahal di negeri lain obat tersebut harganya diturunkan secara nyata. Beban yang dipikul masyarakat semakin terasa berat karena sebagian besar anggota masyarakat harus membayar harga tersebut dengan uang dari kantong mereka sendiri. Jumlah peserta asuransi kesehatan di negeri kita belumlah seperti yang diharapkan.

Mungkinkan hubungan industri farmasi-dokter dikembangkan untuk kepentingan yang lebih luas yaitu masyarakat. Industri farmasi memproduksi obat yang bermutu serta biaya pemasarannya tidak tinggi. Dokter menggunakan obat secara rasional dan tidak terpengaruh oleh bujukan perusahaan farmasi. Persaingan yang sehat di kalangan industri farmasi akan memperkuat industri farmasi. Sedangkan penggunaan obat secara rasional sesuai dengan prinsip profesi keberpihakkan kepada masyarakat luas (altruisme). Maukah industri farmasi di Indonesia meningkatkan kemampuannya sehingga lebih mampu bersaing? Maukah kalangan kedokteran menghapus berbagai privilege yang mungkin ada selama ini sebagai efek samping persaingan pemasaran obat yang tidak sehat ? Nampaknya jawabannya hanya satu yaitu : harus mau. Kalau tidak kepercayaan masyarakat kepada industri farmasi dan profesi kedokteran di negeri kita akan semakin pudar


EBOOK GRATIS

”buku ”buku ”buku ”diagnosis ”buku

Entri Populer