kesehatan anak, Psikologi anak, Ebook Kedokteran,

Rabu, 18 September 2013

Teraka (Keanekaragaman Budaya Karo 1)


TERAKA

Dalam budaya karo , banyak sekali ragam budaya ataupun upacara-pacara religious yang dilakukan dalam kehidupan seseorang. Adapun contohnya adalah : erpangir, mukul, mesur-mesuri, mbaba anak ku lau, ngembahken nakan, teraka, purpur sage, guro-guro aron / kerja tahun dll.
Kali ini saya akan menuliskan ulang yaitu tentang Teraka.

Teraka adalah suatu seni merajah diri dengan gambar tertentu pada masyarakat karo, terutama kaum perempuan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa perempuan pada saat hamil atau melahirkan mudah sekali di serang oleh sedang bela (setan).

Menurut kepercayaan tradisional karo sedang bela  itu selalu berpindah pindah tempat, seperti jahen tapiin (hilir pemandian), serpang  (simpang jalan), dapur, dan di tirai rumah. Caranya menyerang manusia dapat melalui berbagai kejadian, seperti : terkejut (sengget), lihat (idah),  atau dengar (begi).

Adapun lahirnya sedang bela  itu menurut cerita ndapet pelawi  dan Teleng pelawi adalah sebagai berikut:
Pada suatu hari lahirlah seorang manusia. Hari kelahirannya itu pada penanggalan orang karo pada hari nunda,  yang membawa petaka bagi kedua orang tuanya. Ketika berumur 4 malam ibunya meninggal dunia dan pada umur 8 hari, ayanya juga meninggal dunia. Anak itu kemudian dipelihara oleh bibinya, akan tetapi  dia juga takut mengalami nasib yang sama seperti kedua orang tua anak tersebut. Anak itu lalu di taruh  iture  (diteras/beranda) rumah, dengan harapan agar ia mati. Anak it uterus menangis, akibatnya penghuni rumah adat menjadi keberatan. Anak itu lalu di taruh di kolong rumah dan menyusui pada induk babi dan kemudian di buang ke jurang. Namun anak itu tidak juga mati.

Sedang bela  dan anak-anaknya sedang bermain di tempat itu, mendengar jeritan anak itu, anak-anak sedang bela  ingin memakannya, tetapi dilarang oleh ibunya, karena anak itu katanya mempunyai kesaktian.
Setelah lama tinggal di dalam jurang besarlah anak itu, lalu menanyakan sedang bela, apa yang menjadi antinya. Ada yang menjawab: jerangau, pundang, purih tonggal,upih sampe-sampe,apar-apar,  dan sebagainya.

Itulah  sebabnya pada  maba anak ku lau  peralatan ini semua dipakai.
Mantra mengusir sedang bela  itu di katakana sebagai berikut

O…. ndilat la erdilah  (Hai yang menjilat tapi tak berlidah)
Nipak la ernahe    ( menyepak tapi tak berkaki )
Nganggeh la rigong  ( mencium tanpa hidung)
Ngkarat la ripet  ( menggigit tanpa gigi)
Asa pulang pulih ko   ( Pulang lah kamu )
Kukerangen nambu raya   ( ke hutan rimba raya)
 Adi perlu ko bu    (Kalau kau memerlukan rambut)
Mindo ko ku rukoh (  mintalah kepada enau tua)
Adi perlu ko tulan  (kalau memerlukan tulang )
Mindo ko ku batu ( mintalah kepada batu)
Adi perlu ko daereh (kalo kau memerlukan darah)
Laws ko ku kayu erduruh (pergilah kepada kayu yang bergetah)
adi perlu ko jukut  (kalau engkau memerlukan daging)
lawes ko kutaneh (pergilah kau ke tanah)
Adi perlu ko kesah  (kalau engkau memerlukan nafas)
Laws ko ku angin (pergilah kau kepada angin)
Kueteh bapam, nandem  (Aku tau ayah , ibumu )
Bapam sidandan Dibata  (Ayah mu yang di kutuk Tuhan)
 Nandem Beru Raja muah-muah ( Ibu mu beru raja muah-muah)


Pembuatan teraka pada masyarakat karo (khususnya perempuan), dilakukan semasa masih gadis. Bentuk-bentuknya adalah : keser-keser, teraka sipitu-pitu, dan tupak salah

bentuk keser-keser                                           dan tupak salah


Teraka sipitu-pitu
 


sumber : ditulis ulang dari : Darwan Prinst, SH.  ADAT KARO, bina media perintis, medan, 2008















































Budaya Karoshi, Budaya Karo - sejarah marga-marga, Budaya Karo ibas terang kata dibata, Budaya Karo kerja tahun, Budaya Karo pdf, budaya batak karo, sejarah Budaya Karo, seni Budaya Karo, budaya adat karo, budaya tanah karo, artikel Budaya Karo, budaya suku batak karo, lagu budaya batak Karo mp3 download, budaya adat batak karo, sejarah budaya batak karo, seni budaya batak karo, Perkembangan budaya batak karo, makalah budaya batak karo, unsur budaya batak karo, cerita Budaya Karo, contoh Budaya Karo, budaya daerah karo, filsafat Budaya Karo, jenis Budaya Karo, budaya kabupaten karo, budaya khas karo, budaya kalak karo, sosial budaya kabupaten karo, kesenian budaya karo, gambaran sosial budaya kabupaten karo, keragaman budaya karo, lagu budaya karo, mengenal budaya karo, makalah Budaya Karo, budaya orang karo, pengertian Budaya Karo, pantun Budaya Karo, radio Budaya Karo, pesta Budaya Karo, acara Budaya Karo, musik Budaya Karo, situs Budaya Karo, situs Budaya Karo, website Budaya Karo, tarian Budaya Karo, tenah Budaya Karo, tentang budaya karo.
mp3 lagu karo, lirik lagu karo, lagu karo mp3, lagu perjabun, lagu pengantin mp3, lagu pengantin teks, lirik lagu pengantin karo, download lagu karo, festival lagu karo, teks lagu karo, lagu pengantin karo, lagu pengantin karo mp3, gratis dowload lagu karo, 
Masyarakat karo tempo dulu, Masyarakat karo terobos mendagri,  Masyarakat karo demo bupati, himpunan Masyarakat karo indonesia, tokoh Masyarakat karo, demo Masyarakat karo, sejarah Masyarakat karo, tradisi Masyarakat karo, cerita masyarakat karo, legenda Masyarakat karo, masyarakat adat karo, agama Masyarakat karo, himpunan Masyarakat karo, karakteristik Masyarakat karo, kepercayaan Masyarakat karo, karakter Masyarakat karo, kekerabatan Masyarakat karo, asal usul Masyarakat karo, latar belakang Masyarakat karo, sistem kekerabatan Masyarakat karo, organisasi Masyarakat karo, masyarakat tanah karo.


Sabtu, 14 September 2013

SISTEM PERNIKAHAN PADA MASYARAKAT KARO


Ada beberapa sistem pernikahan yang ada di Indonesia : 
  1. System endogami. Pada sistem ini seorang hanya diperbolehkan menikah dalam keluarganya sendiri. Contoh perkawinan seperti ini menurut Van Vollenhoven hanya terdapat di Toraja( Surojo Wingnjodipuro, 1973:152) 
  2. Sistem eksogami. Pada sistem ini seorang diharuskan menikah dengan orang diluar merganya (klannya) atau keluarganya. Perkawinan demikian terdapat di daerah-daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru, Seram ( Surojo Wingnyopuro, 1973, 153). 
  3. Sistem Eleutherogami Pada sistem ini tidak dikenal larangan atau keharusan menikah pada kelompok tertentu. Larangan-larangan yang ada hanyalah yang bertalian dengan ikatan darah atau kekeluargaan (keturunan) yang dekat. Sistem pernikahan ini terdapat di Aceh, Sumatera Timur, Bangka-Belitung, Kalimantan, Minahasa, Sulawesi Selatan, Ternate, Irian Barat, Timor, Lombok, dan seluruh jawa, Madura.
Sedangkan sistem pernikahan pada masyarakat karo terdiri dari : 

Sistem perkawinan pada merga Ginting, Karo-karo, dan tarigan. 
Pada merga-merga ini berlaku perkawinan eksogami murni, yaitu mereka yang berasal dari submarga Ginting, Karo-karo, danTarigan di larang menikah didalam merga-merganya sendiri, tetapi mereka di haruskan menikah dengan orang diluar merganya. Misalnya antara Ginting Karo-karo atau tarigan dan lain-lainnya. 

Sistem perkawinan pada merga perangin-angin dan sembiring 
Sistem perkawinan yang berlaku pada kedua merga ini adalah eleutherogami terbatas. Letak keterbatasannya adalah seseorang dari merga tertentu perangin angin atau sembiring di perbolehkan menikah dengan orang tertentu dari merga yang sama asala submerganya (lineage) berbeda. Misalnya dalam perangin angin, antara bangun dan sebayang atau antara kuta buluh dan sebayang. Demikian juga dengan merga sembiring, antara brahmana dan meliala, antara pelawi dan depari, dan sebagainya.
Larangan perkawinan dengan orang dari luar merga-nya tidak dikenal, kecuali antara sebayang dan sitepu atau antara sinulingga dan Tekang yang di sebut sejanji atau berdasarkan perjanjian. Karena pada tempo dulu mereka telah mengadakan perjanjian tidak saling berkawin. Dengan adanya eleutherogami terbatas ini menunjukkan bahwa merga bukan sebagai hubungan genealogis dan asal usul merga tidak sama.
Syarat-syarat perkawinan pada masyarakat karo. 
Untuk dapat melangsungkan suatu perkawinan, maka para pihak harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: 
  • Tidak berasal dari satu merga, kecuali untuk merga Perangin-angin dan Sembiring. 
  • Bukan mereka yang menurut adat dilarang untukberkawin karena erturang ( bersaudara), sepemeren, erturang impal. 
  • Sudah dewasa, dalam hal ini untuk mengukur kedewasaan seseorang tidak dikenal batas usia yang pasti, tetapi berdasarkan pada kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab memenuhi kebetuhan keluarga. Untuk laki-laki, hal ini di ukur dengan sudah mampu membuat peralatan rumah tangga, peralatan bertani, dan sudah mengetahui adat berkeluarga ( meteh mehuli). Sedangkan untuk perempuan hal ini di ukur dengan telah akil balik, telah mengetahui adat ( meteh tutur), dan sebagainya. 
Sedang UU no.1/1974 tentang perkawinan menentukan seorang perempuan boleh menikah apabila telah berusia 16 tahun dan laki-laki berumur 19 tahun.

Perkawinan pada masyarakat karo berfungsi untuk :
a. Melanjutkan hubungan kekeluargaan
b. Menjalin hubungan kekeluargaan apabila sebelumnya belum ada kekeluargaaan.
c. Melanjutkan keturunan dengan lahirnya anak-anak laki-laki dan perempuan.
d. Menjaga kemurnian suatu keturunan
e. Menghindarkan berpindahnya harta kekayaan kepada keluarga lain.
f. Mempertahankan atau memperluas hubungan kekeluargaan.





Jenis-jenis perkawinan Berdasarkan jumlah istri dikenal perkawinan monogamy dan poligami.

Perkawinan poligami biasanya terjadi karena :
a. Tidak mendapatkan keturunan 
b. Tidak memperoleh keturunan laki-laki 
c. Saling mencintai 
d. Tidak adanya persesuaian dengan istri pertama 
e. Meneruskan hubungan kekeluargaan

Berdasarkan proses terjadinya, perkawinan dapat dibagi atas perkawinan senang sama senang ( karena percintaan) dan perkawinan atas prakarsa (peranan orang tua) yang biasanya terjadi karena mempertahankan hubungan kekelurgaan atau karena pihak perempuan telah hamil.

Berdasarkan status dari pihak yang berkawin maka perkawinan pada masyarakat pada masyarakat karo di bagi yaitu:

1. Ganci abu ( ganti tikar) 
Ganci abu yaitu bila seorang perempuan menikah dengan seroang laki-laki menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai istri. Hal ini biasanya terjadi untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan anak yang telah dilahirkan pada perkawinan pertama dan untuk menjaga keutuhan harta dari perkawinan pertama.

2. Lako man ( turun ranjang)
 Lako man yaitu bila seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan yang awalnya adalah istri saudaranya atau bapaknya yang terlah meninggal dunia. Adapun jenis-jenis “lako man” adalah: 
  1. Perkawinan mindo nakan Adalah suatu perkawinan antara seorang laki-laki dengan seroang perempuan  bekas istri saudara ayahnya. 
  2. Perkawinan mindo cina Adalah suatu perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan yang menurut tutur adalah neneknya 
  3. Kawin mindo ciken Adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan bekas istri ayah/saudaranya, yang telah diperjanjikan terlebih dahulu. Hal ini terjadi pada zaman dahulu, dikarenakan seorang perempuan yang masih sangat muda dikawinkan dengan seorang laki-laki yang sudah tua; lalu di perjanjikan sebelumnya bahwa salah seorang dari putra/saudaranya sebagai ciken (tongkat) apabila suaminya kelak meninggal dunia. Alasan adanya perkawinan ini untuk kepentingan keluarga.
  4. Iyan          Pada zaman dahulu bila seseorang mempunyai dua orang istri atau salah seorang diantaranya tidak/belum mempunyai putra (keturunan), di lain pihak salah seorang saudara suami itu belum mempunyai istri, lalu istri yang tidak berputra itu dialihkan/disahkan menjadi istrinya dengan harapan : - Tetap terpeliharanya hubungan kekeluargaan dengan pihak wanita. - Adanya harapan dengan suami baru itu, ia akan memperoleh keturunan. Contohnya Liat dalam Pustaka Kembaren dan cerita antara Pincawan dan Lambing (Sebayang). Inilah yang terjadi pada Sebayang dengan Pincawan dan Kembaren ( Sijagat) dengan Kembaren Perti.
  5. Ngalih,  Adalah lako man kepada isteri abang ( Kaka)
  6. Ngianken Adalah lako man kepada isteri adik ( agi)

3. Piher Tendi/ erbengkila Bana 
 Adalah perkawinan antara orang yang menurut tutur siwanita memanggil bengkila kepada suaminya. Didaerah karo langkat ini di sebut perkawinan piher tendi. Berdasarkan kesungguhan perkawinan, dikenal perkawinan sesungguhnya dan kawin gantung/simbolis (cabur bulung), yaitu suatu perkawinan antara dua orang yang belum cukup umur (anak-anak) yang hanya bersifat simbolis saja. Dengan alas an untuk menghindarkan malapetaka bagi salah satu pihak, yang diketahui dari suratan tangan, mimpi atau petunjuk dari dukun. Atau karena seorang diantaranya sakit.

Proses perkawinan seperti ini sama seperti perkawinan biasa, akibatnya apabila salah seorang pada kemudian hari ingin kawin dengan orang lain, mengharuskan nya untuk:
a. Memberitahukan kepada pihak lainnya.
b. Kalau pihak perempuan ingkar, maka ia harus mengembalikan uang jujuran tempo dulu.
c. Kalo pihak pria yang ingkar, maka ia kehilangan uang jujuran yang telah diserahkannya tempo dulu.


Pelaksanaan perkawinan gantung ada kalanya juga didasari keinginan kedua belah pihak keluarga, agar setelah mereka besar/dewasa benar benar menjadi suami istri.
Berdasarkan kedudukan yang kawin terhadap saudaranya sendiri yang belum/sudah kawin, maka di kenal perkawinan biasa yaitu bila yang kawin itu tidak mendahului kakak-kakaknya untuk berkawin dan perkawinan nuranjang (ngelangkah), yaitu bila seorang/kedua-duanya yang kawin mendahului kakaknya untuk kawin. Dalam hal demikian, untuk menjaga agar yang diilangkahi kawin, jiwa (tendi)nya tidak merasa terganggu, maka bagi adik yang mendahuluinya kawin diwajibkan oelh adat untuk membayar utang (nabei) sebagai mohon doa restu.

Berdasarkan jauh dekat nya hubungan kekeluargaan dari yang berkawin, maka di kenal 4 jenis perkawinan yakni : 

a. Pertuturken
     Perkawinan pertuturken yaitu suatu perkawinan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan; dimana mereka bukan rimpal (ayah siperempuan bersaudara dengan ibu si pria). Perkawinan demikian dibolehkan oleh adat asal tidak ada larangan seperti : erturang ( satu merga) untuk ginting, karo-karo, dan tarigan kecuali peranginangin dan Sembiring, erturang impal, erturang sepemereen atau adanya larangan lain seperti antara sitepu sebayang ( karena janji zaman dahulu)
       Kiranya perlu dicatat bahwa didalam merga peranginangin dan sembiring terjadi perkawinan di dalam satu merga. Contohnya antara: Sebayang Kuta Buluh/Sukatendel, antara bangun sebayang dan sebagainya. Menurut cerita dibolehkan sebayang mengawini beru Kuta Buluh karena ditemukannya subang beru Kuta Buluh yang hilang sewaktu ditempa ( wawancara dengan Gettum).
        Akan tetapi, bagaimana peranginangin Kuta buluh diperbolehkan mengawini beru sebayang di Gunung atau antara Bangun dan Sebayang tidak ada cerita yang memberi keterangan.
       Hal ini menurut hemat penulis dibenarkan karena memang submerga itu tidak berasal dari satu keturunan darah atau karena kesulitan wanita pada waktu itu. Demikian juga halnya pada merga sembiring simantangken biang ( yang tidak makan daging anjing) mereka boleh berkawin sesamanya. Mengenai hal ini diceritakan karena dahulu mereka membakar mayat (pekawaluh) yang membutuhkan biaya yang sangat mahal. Akibatnya sehabis acara tersebut sering sekali mereka jatuh miskin. Oleh karena itu gadis-gadis luar dari merga sembiring tidak mau kawin dengan mereka ( JH.Neumann 1972:27).
       Cerita kedua mengatakan pada zaman dahulu mereka adalah orang kaya-raya. Mereka takut kalau kawin dengan orang diluar merga-nya. Akhirnya untuk menghindarkan itu mereka membolehkan perkawinan sesame mereka sendiri didalam merganya (wawancara dengan Ngatas Milala) Menurut cerita merga sembiring siman biang (sembiring yang makan daging anjing) seperti keloko, kembaren, dan sinulaki tidak mau kawin di dalam merga sembiring. 
 Akan tetapi didalam praktik seperti terjadi di Limang, Sampe raya , atau di karo jahe, Merga kembaren/Keloko boleh mengawini beru Brahmana.juga perkawinan antara sembiring Pelawi dengan beru sembiring keloko (kembaren) di perbolehkan.
         Jadi kesimpulan bahwa sembiring siman biang tidak kawin dengan sembiring lainnya ternyata tidak benar. Masalahnya sekarang bagaimana menjelaskan ketidaksesuaian antara cerita dengan praktek ini? Ini menjadi bahan pemikiran. Penulis lebih menyetujui pendapat bahwa merga sembiring ini bukan berdasarkan hubungan geneakologis, tetapi bersifat territorial. Oleh karena itu mereka boleh berkawin di dalam merga-nya sendiri seperti pada merga peranginangin. Pada zaman dahulu memang setiap orang selalu mendekatkan hubungan kekeluargaan dengan yang lainnya, karena itu ada cerita yang mengatakan suku karo itu berasal dari putra-putra kakek/nenek yang bernama Karo. Cerita demikian kalau kita teliti asal-usul masing-masing merga apalagi submerge-nya, maka kita tidak dapat menerimanya. 

b. Erdemu Bayu 
Perkawinan erdemu bayu adalah perkawinan antara seorang laki-laki seorang perempuan dimana ayah siperempuan bersaudara dengan ibu silaki-laki. Hubungan antara mereka yang kawin dalam hal ini disebut rimpal. Atau siperempuan di sebut beru puhun atau beru singumban dari silaki-laki dan perkawinan yang demikianlah yang diharapkan oleh adat orang karo. 

c. Merkat senuan 
Perkawinan merka senuan adalah suatu perkawinan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki seorang dara, putri puang kalimbubunya. Perkawinan ini biasanya sangat dihindarkan dan umumnya hanya terjadi dalam hal-hal tertentu saja seperti :
1) Kalimbubu (putranya) tidak mengawini putrid dari puang kalimbubu itu.
2) Kalimbubu tidak mempunyai istri untuk dikawini, maka untuk menghindarkan putusnya hubungan kekeluargaan diadakanlah perkawinan merkat senuan.
3) Kalimbubu tidak memiliki putra untuk mengawini putrid kalimbubunya atau puang kalimbubu dari silaki-laki yang mengawini dara itu.

 d. La Arus 
Perkawinan La arus Adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan menurut adat terlarang seperti mengawini turang, turang impal atau putri anak beru. Untuk terlaksananya perkawinan itu harus ada sanksi adat, seperti terjadi pada rumah empat tunduk di Kuta Buluh. Dimana ia mengawini beru kembaren dari paya enggugung dan karenanya tidak boleh menjadi sebayak di Kuta Buluh. Sebelum Runggu maba belo selembar dimulai, terlebihdahulu diadakan acara nabei ngobah tutur (wawancara dengan Jakup Sebayang dan Peringaten Peranginangin)



 Ditulis ulang dari buku : ADAT KARO,Darwan Prinst, SH, 2008, Bina Media Perintis








































Budaya Karoshi, Budaya Karo - sejarah marga-marga, Budaya Karo ibas terang kata dibata, Budaya Karo kerja tahun, Budaya Karo pdf, budaya batak karo, sejarah Budaya Karo, seni Budaya Karo, budaya adat karo, budaya tanah karo, artikel Budaya Karo, budaya suku batak karo, lagu budaya batak Karo mp3 download, budaya adat batak karo, sejarah budaya batak karo, seni budaya batak karo, Perkembangan budaya batak karo, makalah budaya batak karo, unsur budaya batak karo, cerita Budaya Karo, contoh Budaya Karo, budaya daerah karo, filsafat Budaya Karo, jenis Budaya Karo, budaya kabupaten karo, budaya khas karo, budaya kalak karo, sosial budaya kabupaten karo, kesenian budaya karo, gambaran sosial budaya kabupaten karo, keragaman budaya karo, lagu budaya karo, mengenal budaya karo, makalah Budaya Karo, budaya orang karo, pengertian Budaya Karo, pantun Budaya Karo, radio Budaya Karo, pesta Budaya Karo, acara Budaya Karo, musik Budaya Karo, situs Budaya Karo, situs Budaya Karo, website Budaya Karo, tarian Budaya Karo, tenah Budaya Karo, tentang budaya karo.
mp3 lagu karo, lirik lagu karo, lagu karo mp3, lagu perjabun, lagu pengantin mp3, lagu pengantin teks, lirik lagu pengantin karo, download lagu karo, festival lagu karo, teks lagu karo, lagu pengantin karo, lagu pengantin karo mp3, gratis dowload lagu karo, 
Masyarakat karo tempo dulu, Masyarakat karo terobos mendagri,  Masyarakat karo demo bupati, himpunan Masyarakat karo indonesia, tokoh Masyarakat karo, demo Masyarakat karo, sejarah Masyarakat karo, tradisi Masyarakat karo, cerita masyarakat karo, legenda Masyarakat karo, masyarakat adat karo, agama Masyarakat karo, himpunan Masyarakat karo, karakteristik Masyarakat karo, kepercayaan Masyarakat karo, karakter Masyarakat karo, kekerabatan Masyarakat karo, asal usul Masyarakat karo, latar belakang Masyarakat karo, sistem kekerabatan Masyarakat karo, organisasi Masyarakat karo, masyarakat tanah karo.

EBOOK GRATIS

”buku ”buku ”buku ”diagnosis ”buku

Entri Populer