kesehatan anak, Psikologi anak, Ebook Kedokteran,

Sabtu, 28 Mei 2016

cara membuat anak : kasus infertilitas

BAB I
PENDAHULUAN



Kehadiran seorang anak adalah hal yang sangat diharapkan oleh pasangan suami-istri dalam kehidupan berumahtangga. Alangkah sedihnya jika pasangan yang sudah lama menikah belum dikaruniai seorang anak. Apalagi saat melihat pasangan lain yang telah memiliki anak, atau saat menjawab pertanyaan dari mertua dan kerabat tentang momongan yang tak kunjung tiba. Hal ini dapat menimbulkan perasaan gelisah, stres, dan ketegangan antara suami dan istri; yang justru akan memperberat masalah infertilitas yang ada.

Definisi infertilitas yang paling banyak dipakai adalah tidak adanya kehamilan (oleh sebab apapun) setelah 1 tahun melakukan senggama dengan frekuensi yang wajar tanpa menggunakan proteksi (kontrasepsi). Untuk wanita berusia 35 tahun ke atas, batasannya adalah 6 bulan. Wanita yang dapat hamil, namun tidak dapat mempertahankan kehamilannya (selalu mengalami keguguran), juga bisa disebut infertil.1,2

Infertilitas dialami oleh sekitar 10-15% pasangan usia subur. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), di Amerika Serikat, sekitar 10 persen wanita (6,1 juta orang) berusia antara 15-44 tahun mengalami kesulitan untuk hamil atau mempertahankan kehamilannya. Prevalensinya cukup stabil selama 50 tahun terakhir, meskipun ada perubahan dalam etiologi dan usia pasien.1,2

Proses reproduksi untuk mencapai suatu kehamilan adalah suatu proses yang kompleks, hasil dari beberapa tahapan. Untuk terjadinya sebuah kehamilan, diperlukan hal-hal sebagai berikut:2,3
1. Adanya pelepasan oosit yang normal saat ovulasi
2. Produksi spermatozoa yang adekuat (jumlah, bentuk, dan geraknya)
3. Tuba fallopi yang normal dimana fertilisasi terjadi, dan
4. Transport dari tuba ke endometrium untuk implantasi dan pertumbuhan.
Infertilitas dapat disebabkan oleh gangguan dalam salah satu dari langkah-langkah tersebut di atas.

Dengan kemajuan teknologi dan ilmu kedokteran dewasa ini, terdapat banyak cara untuk membantu pasangan suami-istri memperoleh keturunan, misalnya dengan medikamentosa, tindakan operasi rekonstruktif, dan rekayasa teknologi reproduksi.4
Makalah ini adalah suatu tinjauan pustaka yang akan membahas tentang infertilitas /cara membuat anak; mulai dari batasan, epidemiologi, etiologi, sampai penatalaksanaannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi infertilitas yang paling banyak dipakai adalah tidak adanya kehamilan (oleh sebab apapun) setelah 1 tahun melakukan senggama dengan frekuensi yang wajar tanpa menggunakan proteksi (kontrasepsi). Untuk wanita berusia 35 tahun ke atas, batasannya adalah 6 bulan. Wanita yang dapat hamil, namun tidak dapat mempertahankan kehamilannya (selalu mengalami keguguran), juga bisa disebut infertil.1,2

Fertilitas atau kesuburan (fertility) didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan untuk reproduksi atau berada dalam keadaan subur (fertil). Istilah ini harus dibedakan dengan fekundabilitas, yaitu kemungkinan mengalami kehamilan dalam setiap satu bulan; atau istilah fekunditas, yang berarti kemampuan mendapat satu kelahiran hidup dalam tiap satu siklus menstruasi. Tingkat fekundabilitas dalam populasi umum cukup konstan yaitu sekitar 0.22 / bulan (Maruani, 1983). Sedangkan tingkat fekunditas adalah 0.15-0.18 / bulan, menunjukkan rata-rata angka kehamilan sebesar 90% / tahun (Trussell, 1985).1

Infertilitas dialami oleh sekitar 10-15% pasangan usia subur. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), di Amerika Serikat, sekitar 10 persen wanita (6,1 juta orang) berusia antara 15-44 tahun mengalami kesulitan untuk hamil atau mempertahankan kehamilannya. Prevalensinya cukup stabil selama 50 tahun terakhir, meskipun ada perubahan dalam etiologi dan usia pasien.1,2

Menurut WHO, insidensi infertilitas adalah sekitar 8-10% dari pasangan suami-istri di seluruh dunia (sekitar 50-80 juta pasangan). Sedangkan di Indonesia, insidensinya adalah sekitar 12% (3 juta pasangan). Beberapa kepustakaan lain ada yang menyebutkan angka 15% (1 dari 7 pasutri).4

Infertilitas diibedakan menjadi dua, yaitu primer dan sekunder.4,5
1. Infertilitas primer : Bila belum pernah hamil sama sekali.
2. Infertilitas sekunder : Bila sudah pernah hamil.
Infertilitas primer terjadi pada sekitar 67-71% pasutri, sedangkan infertilitas sekunder terjadi pada sekitar 29-33% pasutri.5

D. ETIOLOGI
Proses reproduksi untuk mencapai suatu kehamilan adalah suatu proses yang kompleks, hasil dari beberapa tahapan. Untuk terjadinya sebuah kehamilan, diperlukan hal-hal sebagai berikut:2,3
1. Adanya pelepasan oosit yang normal saat ovulasi
2. Produksi spermatozoa yang adekuat (jumlah, bentuk, dan geraknya)
3. Tuba fallopi yang normal dimana fertilisasi terjadi, dan
4. Transport dari tuba ke endometrium untuk implantasi dan pertumbuhan.

Infertilitas dapat disebabkan oleh gangguan dalam salah satu dari langkah-langkah tersebut di atas.
Infertilitas yang disebabkan faktor wanita berjumlah sekitar 40% dari seluruh kasus. Faktor pria juga sekitar 40% kasus. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 20% kasus tidak diketahui penyebabnya.4
Mereka yang mengalami infertilitas dengan penyebab yang tidak diketahui ini dapat dikategorikan sebagai normal infertile couple (NIC), yang menunjukkan bahwa semua tes standar yang dilakukan untuk mengevaluasi pasangan memberikan hasil yang normal.1,4

Banyak faktor yang menyebabkan mengapa seorang wanita tidak bisa atau sukar menjadi hamil setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Diantara faktor-faktor tersebut yaitu faktor organik / fisiologik, faktor ketidakseimbangan jiwa dan kecemasan berlebihan.6 Dimic dkk di Yugoslavia mendapatkan 554 kasus (81,6%) dari 678 kasus pasangan infertil disebabkan oleh kelainan organik, dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor psikologik. Ingerslev dalam penelitiannya mengelompokkan penyebab infertilitas menjadi 5 kelompok yaitu faktor anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak diketahui (unexplained infertility).7

Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu air mani, masalah vagina, masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah ovarium, dan masalah peritoneum. Masalah air mani meliputi karakteristiknya yang terdiri dari koagulasinya dan likuefasi, viskositas, rupa dan bau, volume, pH dan adanya fruktosa dalam air mani. Pemeriksaan mikroskopis spermatozoa dan uji ketidakcocokan imunologi dimasukkan juga kedalam masalah air mani.8

Masalah vagina kemungkinan adanya sumbatan atau peradangan yang mengirangi kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks.

Masalah serviks meliputi keadaan anatomi serviks, bentuk kanalis servikalis sendiri dan keadaan lendir serviks. Uji pascasenggama merupakan test yang erat berhubungan dengan faktor serviks dan imunologi.9

Masalah uterus meliputi kontraksi uterus, adanya distorsi kavum uteri karena sinekia,mioma atau polip, peradangan endometrium. Masalah uterus ini menggangu dalam hal implantasi, pertumbuhan intra uterin, dan nutrisi serta oksigenasi janin. Pemeriksaan untuk masalah uterus ini meliputi biopsi endometrium, histero-salpingografi, dan histeroskopi.9

Masalah tuba merupakan yang paling sering ditemukan (25-50%). Penilaian patensi tuba merupakan salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolhan infertilitas.9

Masalah ovarium meliputi ada tidaknya ovulasi, dan fungsi korpus luteum. Fungsi hormonal berhubungan dengan masalah ovarium, ini yang dapat dinilai beberapa pemeriksaan antara lain perubahan lendir serviks, suhu basal badan, pemeriksaan hormonal dan biopsi endometrium.9

Masalah imunologi biasanya dibahas bersama-sama masalah lainnya yaitu masalah serviks dan masalah air mani karena memang kedua faktor ini erat hubungannya dengan mekanisme imunologi.9

E. FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan infertilitas pada pria atau mempengaruhi kualitas sperma meliputi:2
• Alkoholisme berat
• Pemakaian narkotika dan obat terlarang
• Merokok
• Usia tua
• Racun lingkungan seperti pestisida dan timah
• Masalah kesehatan seperti parotitis (mumps), kondisi serius seperti penyakit ginjal, atau gangguan hormon
• Radiasi dan kemoterapi untuk pengobatan kanker
Sedangkan pada wanita meliputi:2
• Usia tua
• Merokok
• Alkoholisme berlebihan
• Stress
• Diet/ gizi yang buruk
• Olahraga yang berat
• Kondisi overweight atau underweight
• Infeksi Menular Seksual / Sexually transmitted infections (STIs)
• Masalah kesehatan yang mengganggu hormon, seperti polycystic ovarian syndrome dan primary ovarian insufficiency

F. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Pasangan suami-istri yang mengalami infertilitas harus diperlakukan sebagai satu kesatuan. Konseling, informasi dan edukasi (KIE) untuk pasangan suami-istri sangat penting untuk kelancaran pemeriksaan infertilitas yang kompleks, memakan waktu serta membutuhkan biaya yang cukup mahal.4
Urutan pemeriksaan dilakukan dari yang sederhana, mudah, murah, baru kemudian diikuti pemeriksaan yang kompleks, mahal, sulit dan berisiko, sesuai dengan gejala klinis yang menonjol.
Pemeriksaan infertilitas yang lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik/ginekologis, analisis sperma, deteksi ovulasi, Uji Pasca Senggama (UPS), HisteroSalfingoGrafi (HSG), dan laparoskopi.4
Pada anamnesis dan pemeriksaan awal perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut:4
1. Untuk Pasangan
a. Frekuensi koitus
b. Faktor emosi / stress
c. Obat-obat yang digunakan / toksin
d. Riwayat reproduksi yang lalu
2. Untuk Isteri
a. Umur
b. Riwayat penyakit radang panggul
c. Penggunaan AKDR
d. Pola haid
e. Pertumbuhan rambut / Hirsutisme
f. Galaktorea
g. Obesitas (BMI) kelainan bawaan
h. Riwayat operasi pelvis
i. Dismenore / dispareuni
j. Tumor adnexa
3. Untuk Suami
a. Apakah memiliki ciri-ciri seksual sekunder yang normal
b. Pernah mendapatkan pengobatan karena penyakit menular seksual

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:4
1. Analisis Sperma dan Cairan Semen
Semen yang diperiksa dibawa untuk analisis laboratorium maksimal 2 jam setelah dikeluarkan. Evaluasi sperma berupa volume, konsentrasi, pergerakan, dan bentuk sperma. Kriteria WHO untuk evaluasi sperma normal adalah: 3,7,8
a. Konsentrasi > 20 x 106 / ml
b. Motilitas > 40% motil progresif
c. Morfologi > 50% bentuk normal
d. Viabilitas > 60% hidup
e. Aglutinasi tidak ada
f. Sel-sel selain sperma tidak ada atau sedikit sekali
g. Uji fruktosa yang positif. Fruktosa berasal dari vesikula seminalis, yang menunjukkan adanya rangsangan androgen.
Sedangkan parameter WHO untuk analisis cairan semen normal setelah 3-5 hari tidak melalukan koitus adalah: 4
a. Volume : 1,5 – 5,0 ml
b. pH : 7,3 – 7,7
c. Jumlah sperma : > 20 juta/ml
d. Sperma total : > 40 juta/ejakulasi
5. Motalitas : > 50%
6. Morfologi normal : >14%
2. Deteksi ovulasi
Pemeriksaan deteksi ovulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti:
a. Anamnesis siklus menstruasi
b. Pemeriksaan suhu badan basal (meningkat 0,6 - 1oC setelah ovulasi)
c. Uji benang lendir serviks dan uji pakis
Sesaat sebelum ovulasi, lendir serviks encer, daya membenang lebih panjang, pembentukan gambaran daun pakis.
d. Biopsi endometrium
Dilakukan beberapa hari menjelang haid. Endometrium fase sekresi disebut siklus ovulatoar, dan eEndometrium fase proliferasi akan memberi gambaran hiperplasia dan disebut siklus anovulatoar.
e. Hormonal
Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan folikel adalah:
* FSH serum : 10 - 60 mIU/ml
* LH serum : 15 - 60 mIU/ml
* Estradiol : 200 - 600 pg/ml
* Progesteron : 5 - 20 mg/ml
* Prolaktin : 2 - 20 mg/ml
f. USG transvaginal
Diilakukan secara serial, dimana saat ovulasi akan didapatkan ukuran diameter folikel dominan sekitar 18 - 24 mm.
3. Uji paska sanggama (UPS)
Syaratnya adalah: Pemeriksaan lendir serviks dilakukan 6 - 10 jam paska sanggama dan waktu sanggama adalah sekitar saat ovulasi. Uji ini untuk menilai reseptifitas dan kemampuan sperma untuk hidup pada lendir serviks. Penilaian UPS adalah baik jika terdapat > 10 sperma / Lapang Pandang, dan jelek jika terdapat faktor immunologi antibodi antisperma (ASA).
4. Ultrasonografi (USG)
Dilakukan untuk menilai bentuk, ukuran, dan kelainan pada uterus dan adneksa (ovarium dan tuba).
5. Histerosalpingografi (HSG)
Untuk menilai:
Faktor tuba : adanya lumen, mukosa, oklusi, perlengketan
Faktor uterus : adanya kelainan kongenital (Hipoplasia, septum, bikornus, Duplex), mioma, polip, adhesi intrauterin (sindroma asherman)
Tes HSG dilakukan pada fase proliferasi : 3 hari setelah haid bersih dan sebelum perkiraan ovulasi.
6. Laparoskopi
Untuk mendapatkan gambaran visualisasi genitalia interna secara menyeluruh dan menilai faktor peritoneum/endometriosis, perlengketan genitalia interna, keadaan tuba (patensi, dinding, fimbria), dan uterus (mioma). Keterbatasan pemeriksaan ini adalah tidak bisa menilai kelainan kavum uteri dan lumen tuba, serta bersifat invasif dan operatif.
Indikasi untuk dilakukannya laparoskopi diagnostik adalah: 4
1. Apabila selama 1 tahun pengobatan belum juga terjadi kehamilan
2. Kalau siklus haid tidak teratur, atau suhu basal badan monofasik
3. Apabila isteri pasangan infertil berusia 28 tahun lebih atau mengalami infertilitas selama 3 tahun lebih
4. Terdapat riwayat laparotomi sebelumnya
5. Kalau pernah dilakukan histerosalpingografi dengan media kontras larut minyak
6. Terdapat riwayat appendisitis
7. Uji pertubasi berkali-kali abnormal
8. Jika dicurigai endometriosis
9. Jika akan dilakukan inseminasi buatan
H. TATALAKSANA
Penatalaksanaan infertilitas harus dilakukan kepada pasangan suami isteri sebagai satu kesatuan. Secara umum, penanganan dilakukan dengan cara medikamentosa, tindakan operasi rekonstruktif, dan rekayasa teknologi reproduksi.4
H.1. Cara medikamentosa
Dilakukan dengan pemberian obat stimulasi ovarium (induksi ovulasi), meliputi:
a. Klomifen sitrat
- Meningkatkan pelepasan gonadotropin FSH & LH
- Diberikan pada hari ke-5 siklus haid
- Dosis 1 x 50mg selama 5 hari, bisa ditingkatkan sampai 150 - 200 mg/hari
- Ovulasi diharapkan terjadi 5 - 10 hari setelah obat terakhir
- Koitus dilakukan 3 x seminggu atau berdasarkan USG transvaginal
- Jika 3 - 4 siklus obat tidak ovulasi, dapat diberikan hCG 5000 - 10.000 IU
Beberapa kemungkinan pengobatan dengan klomifen sitrat adalah:
(1) terjadi ovulasi,
(2) hanya terjadi pematangan folikel, mungkin dengan ovulasi yang terjadi lambat atau dengan defek korpus luteum,
(3) terjadi pematangan folikel tanpa ovulasi, dan
(4) tidak terjadi reaksi sama sekali.
Pada kemungkinan (1), pengobatan diulang dengan dosis yang sama. Pada kemungkinan (2), pengobatan di ulang dengan dosis yang sama. Kalau hasilnya tetap sama, dosis selanjutnya ditingkatkan. Pada kemungkinan (3) pengobatan di ulangi dengan dosis yang sama ditambah dengan HCG (3000 – 5000 UI) selama 5-7 hari setelah dosis klomifen terakhir dimakan. Pada kemungkinan (4), dosis ditingkatkan setiap siklus, dimulai dengan 100mg per hari selama 5 hari dan berakhir dengan dosis maksimal 200mg perhari selama lima hari. 7
b. Epimestrol
- Memicu pelepasan FSH dan LH
- Diberikan pada hari ke 5 - 14 siklus haid
- Dosis 5 - 10 mg/hari
c. Bromokriptin
- Menghambat sintesis & sekresi prolaktin
- Indikasi : Kadar prolaktin tinggi (> 20 mg/ml) dan Galaktore
- Dosis diberikan sesuai kadar prolaktin : Untuk Oligomenore 1,25 mg/hari, dan untuk gangguan haid berat 2 x 2,5 mg/hari.
d. Gonadotropin
- HMG (Human Menopausal Gonadotropine), berupa FSH & LH : 75 IU atau 150 IU, untuk memicu pertumbuhan folikel. Dosis awal 75 - 150 IU/hari selama 5 hari dinilai pada hari ke 5 siklus haid.
- hCG (human Chorionic Gonadotropin), dosis 5000 IU atau 10.000 IU, berfungsi untuk memicu ovulasi (diameter folikel 17 - 18 mm dgn USG transvaginal). Obat ini mahal dan sangat berisiko, sehingga perlu persyaratan khusus dan hanya diberikan pada rekayasa teknologi reproduksi.
e. Untuk pria, diterapi dengan FSH dan Testosteron

H.2. Cara Operasi Rekonstruksi
Penangan infertilitas dengan cara operasi dilakukan untuk mengoreksi kelainan-kelainan misalnya pada uterus dan tuba. Beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan adalah tubaplasti, miomektomi, kistektomi, dan salfingolisis.
Sumbatan pada tuba merupakan salah satu masalah yang cukup sering ditemui. Riwayat infeksi tuba berulang dapat diberkan antibiotik yang adekuat dalam jangka waktu yang lebih lama. Pemberian antibiotik secukupnya selang satu bulan selama 6 sampai 12 bulan lebih memungkinkan untuk meningkatkan patensi tuba. Terkadang penyembuhan dari peradangan dituba tidak sempurna sehingga memerlukan peran pembedahan. Pembedahan dilakukan setelah adanya konsultasi diantara kedua pasangan karena kemungkinan gagal dan ketidakberhasilan total juga cukup tinggi. Operasi pada tuba sagat mempertimbangkan gerakan otot dan silia tuba, sekresi tuba dan daya tangkap ovum yang efektif. Saat yang paling efektif untuk dilakukannya pembedahan pada tuba adaah fase proliferatif karena fase ini terjadi proses regenerasi.
Mioma uteri dapat menjadi salah satu faktor tidak terjadinya kehamilan pada seorang wanita. Mioma uteri dapat menghambat disebabkan oleh adanya tekanan pada tuba, distorsi atau elongasi pada tuba, iritasi miometrium, atau torsi oleh mioma yang bertangkai. Operasi miomektomi merupakan suatu modalitas terapi pada kedaan mioma uteri. Diperlukan waktu sekitar 18 bulan seorang wanita pasca miomektomi untuk dapat hamil.
Sedangkan tindakan operatif pada pria misalnya berupa rekanalisasi dan operasi varikokel.

H.3. Cara Rekayasa Teknologi Reproduksi/ Assisted Reproductive Technology (ART)
Ini merupakan prosedur yang digunakan untuk memperoleh kehamilan dengan manipulasi terhadap ovum dan sperma manusia. Jenis-jenis prosedur ART sebagai terapi infertilitas secara invasif, yaitu: 12
1. Superovulation and intrauterine insemination (SO-IUI)
Metode ini dapat dilakukan pada laki-laki dengan hipospadia severe, ejakulasi retrograde, impotensi neurologis, disfungsi seksual, oligospermia, astenospermia, volume ejakulasi rendah, antibodi antisperma, dan faktor servikal. Caranya yaitu menggunakan hormon untuk mempercepat ovulasi secara multipel dan menempatkan sperma di uterus pada waktu ovulasi.
2. In vitro fertilization (IVF)
Menggunakan hormon untuk mempercepat ovulasi, ekstraksi ovum, fertilisasi sperma-ovum di laboratorium, kemudian memindahkan embrio hasil fertilisasi ke uterus wanita melalui servik.
3. Gamete intrafallopian transfer (GIFT)
Menggunakan laporoskopi untuk meletakkan sperma dan ovum yang belum difertilisasi ke dalam tuba fallopi melalui insisi kecil di abdomen. Prosedur ini digunakan sebesar 5%.
4. Zygote intrafallopian transfer (ZIFT)
Fertilisasi ovum wanita di laboratorium kemudian menggunakan laporoskopi untuk memindahkan zigot hasil fertilisasi ke tuba fallopi. Prosedur ini hanya dilakukan pada sekitar 2% kasus.
5. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)
Injeksi secara langsung spermatozoa tunggal ke dalam sitoplasma oosit manusia. Angka keberhasilan terjadinya kehamilan adalah 20 %.
Selain ART, metode lain yang digunakan untuk mengatasi infertilitas adalah Natural procreative technology (NaProTechnology, NPT). NPT merupakan suatu metode pendekatan terintegrasi dan sistematik yang cocok untuk terapi primer infertilitas. Pendekatan metode ini berdasarkan siklus menstruasi dan masa ovulasi. Metode NPT efektif untuk terapi infertilitas dan dapat dilakukan oleh dokter umum. Program terapi invasif minimal dengan resiko kehamilan multipel juga minimal. Tetapi metode ini bukan pilihan untuk pasangan dengan azoospermia, kegagalan ovum, atau oklusi bilateral tuba fallopi. 13

BAB III
PENUTUP

Telah disampaikan suatu tinjauan pustaka mengenai infertilitas. Sebagai kesimpulan, infertilitas merupakan masalah yang kompleks dengan kemungkinan penyebab yang sangat luas. Diperlukan tindakan yang terencana dan tepat dalam mencari penyebab dan menentukan pilihan penatalaksanaan yang sesuai. Untuk itu, dalam penatalaksanaan infertilitas yang paripurna memerlukan kerjasama yang baik antara dokter spesialis kandungan dan pasangan suami-istri sebagai satu kesatuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia JE, Nelson LM. Infertility. (online) Diambil dari www.emedicine.com/topic3535-infertility.htm. Diupdate 23 Jan 2006.
2. Eisenberg E. Infertility, Frequently Asked Questions. U.S. Department of Health and Human Services, Office on Women’s Health. (online) Diambil dari http://www.womenshealth.gov/faq/infertility.pdf. Diupdate 1 Juli 2009.
3. Wikipedia. Pregnancy. (online) Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/ pregnancy.htm. Diupdate 4 April 2009.
4. Darmaputra I. Penanganan Infertilitas. Slide kuliah Obstetri Ginekologi FK-UNLAM RSUD Ulin Banjarmasin.
5. Seshagiri PB. Molecular insight into the causes of male infertility. (Online) Diambil dari www.freemedicalsjournals.com Diupdate 25 Maret 2009.
6. Perpustakaan Digital FK-UNSRI. Infertilitas. (online) Diambil dari http://digilib. unsri.ac.id/download/infertilitas.pdf.
7. Ingerslev M. Clinical findings in infertile women with circulating antibodies against spermatozoa. Fertil Steril 1980; 33: 514-520
8. Sumapraja S. Infertilitas. Dalam : Prawiroharjo S. Ilmu kandungan. Cetakan kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prwirohardjo, 1991: 426-463.
9. Sumapraja S, Moeloek FA. Manual infertilitas. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 1985 : 1-44. Dalam: Perpustakaan Digital FK-UNSRI. Infertilitas. (online) Diambil dari http://digilib. unsri.ac.id/download/infertilitas.pdf.
10. Neiderberger C, Joyce GF, Wise M, et al . Male infertility. Online: (www.freemedicalsjournals.com diakses tanggal 25 Maret 2009)
11. Andrologi Australia. Male Infertility. Online: (www.freemedicalsjournals.com diakses tanggal 25 Maret 2009)
12. Malik Abida, Hakim JS Shukla, et al. Chlamydia trachomatis infection & female infertility. Online: (www.indian jmedres.com diakses tanggal 25 Maret 2009)
13. Buku Saku Kebidanan
14. Anonimous. Infertility option. Online: (www.freemedicalsjournals.com diakses tanggal 25 Maret 2009)
15. Stanford JB, Parnell TA, Boyle PC. Outcomes Featment if infertility with natura procreative technology in an irisk general practice. Online: (www.freemedicalsjournals.com diakses tanggal 25 Maret 2009)

referat by: revanggi

0 komentar:

EBOOK GRATIS

”buku ”buku ”buku ”diagnosis ”buku

Entri Populer