PERSALINAN LETAK LINTANG
Letak lintang merupakan salah satu malpresentasi janin yang dapat menyebabkan kelambatan atau kesulitan dalam persalinan. Letak lintang merupakan keadaan yang berbahaya karena besarnya kemungkinan risiko kegawatdaruratan pada proses persalinan baik pada ibu maupun janin (1).
Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.Pirngadi, Medan dilaporkan angka kejadian letak lintang sebesar 0,6 %; RS Hasan Sadikin bandung 1,9 %; RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo selama 5 tahun 0,1 % dari 12.827 persalinan; sedangkan Greenhill menyebut angka 0,3 % dan Holland 0,5-0,6 % (2).
Bila persalinan letak lintang dibiarkan tanpa pertolongan akan dapat menyebabkan kematian baik pada ibu maupun janin. Ruptur uteri, perdarahan dan infeksi berakibat fatal ba
gi ibu sedangkan pada janin bisa terjadi prolapsus umbilikus, asfiksia hingga berlanjut pada kematian janin (2).
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), atau di bawah (dorsoinferior) (2).
Insidensi
Letak lintang terjadi rata-rata pada 1 dari 322 kelahiran tunggal (0,3%) baik di Mayo Clinic maupun di University of Iowa Hospital (Cruikshank dan White, 1973; Johnson, 1964). Di Parkland Hospital, dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin tunggal yang lahir selama lebih dari 4 tahun (3). Janin letak lintang seringkali ditemukan dengan pemeriksaan USG pada awal gestasi. Angka kejadian meningkat jika janinnya prematur (4).
Beberapa Rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian letak lintang, antara lain: RSUP Dr.Pirngadi, Medan 0,6 %; RS Hasan Sadikin Bandung 1,9 %; RSUP Dr.Cipto Mangunkusumo selama 5 tahun 0,1 % dari 12.827 persalinan; sedangkan Greenhill menyebut angka 0,3 % dan Holland 0,5-0,6 % (2).
Etiologi
Penyebab utama letak lintang adalah (2,5):
1. Relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi
2. Janin prematur
3. Kehamilan kembar
4. Plasenta previa
5. Cairan amnion berlebih
6. Panggul sempit
7. Tumor di daerah panggul
8. Kelainan bentuk rahim (uterus abnormal), seperti uterus arkuatus atau uterus subseptus
Wanita dengan paritas 4 atau lebih memiliki insiden letak lintang 10 kali lipat dibanding wanita nullipara. Relaksasi dinding abdomen pada perut gantung menyebabkan uterus jatuh ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu panjang bayi menjauhi sumbu jalan lahir, yang menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Plasenta previa dan panggul sempit menyebabkan terjadinya posisi oblik atau melintang. Letak lintang atau letak oblik kadang-kadang terjadi dalam persalinan dari posisi awal longitudinal (3).
Diagnosis
Abdomen biasanya melebar dan fundus uteri membentang hinggga sedikit di atas umbilikus. Tidak ditemukan bagian bayi di fundus, dan balotemen kepala teraba pada salah satu fossa iliaca yang lain. Di atas simfisis juga tidak ditemukan bagian bayi, kecuali bila bahu sudah turun ke dalam panggul. Pada saat yang sama, posisi punggung mudah diketahui. Bila punggungnya terletak di anterior, suatu dataran yang keras membentang di bagian depan perut ibu; bila punggungnya di posterior, teraba nodulasi ireguler yang menggambarkan bagian-bagian kecil janin dapat ditemukan pada tempat yang sama. Denyut jantung ditemukan di sekitar umbilikus (2,3)
Pada pemeriksaan dalam, pada tahap awal persalinan, bagian dada bayi, jika dapat diraba, dapat dikenali dengan adanya “rasa bergerigi” dari tulang rusuk. Bila dilatasi bertambah, punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang belakang, sedangkan dada dapat diketahui dengan terabanya klavikula. Posisi aksila menunjukkan sisi tubuh ibu tempat bahu bayi menghadap. Kalau aksila menutup ke kiri, bahu bayi menghadap ke kiri, sebaliknya kalau aksila menutup ke kanan maka bahu bayi menghadap ke kanan. Pada tahap lanjut persalinan, bahu akan terjepit erat di rongga panggul dan salah satu tangan atau lengan sering mengalami prolaps ke vagina dan melewati vulva. Kadang-kadang dapat pula diraba tali pusat yang membubung (2,3).
Meskipun letak lintang baru diketahui menjelang persalinan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk mengetahui apakah ada faktor predisposisi, seperti plasenta previa atau massa pada pelvis, yang dapat mempengaruhi penatalaksanaan dari pasien yang bersangkutan. Selama tidak ada plasenta previa, banyak dokter kandungan yang melakukan pemeriksaan dalam berulang untuk mengetahui adanya dilatasi servik sejak awal dan konsekuensi dari meningkatnya prolaps tali pusat. Beberapa pasien berakhir dengan seksio sesaria untuk menghindari resiko ini (6).
Proses Persalinan
Setelah ketuban pecah, jika persalinan berlanjut, bahu janin akan dipaksa masuk ke dalam panggul dan tangan yang sesuai sering menumbung. Setelah terjadi sedikit penurunan, bahu tertahan oleh tepi atas panggul, dengan kepala di salah satu fossa iliaca dan bokong pada fossa iliaca yang lain. Bila proses persalinan berlanjut, bahu akan terjepit kuat di bagian atas panggul. Uterus kemudian berkontraksi dengan kuat dalam upayanya yang sia-sia untuk mengatasi halangan tersebut. Setelah beberapa saat, akan terbentuk cincin retraksi yang semakin lama semakin meninggi dan semakin nyata. Keadaan ini disebut sebagai letak lintang kasep. Jika tidak cepat ditangani dengan benar, uterus akhirnya akan mengalami ruptur dan baik ibu maupun bayi dapat meninggal (3).
Bila janin amat kecil (biasanya kurang dari 800 gram) dan panggul sangat lebar, persalinan spontan dapat terjadi meskipun kelainan tesebut menetap. Janin akan tertekan dengan kepala terdorong ke abdomen. Bagian dinding dada di bawah bahu kemudian menjadi bagian yang paling bergantung dan tampak di vulva. Kepala dan dada kemudian melewati rongga panggul secara bersamaan, dan bayi dapat dikeluarkan dalam keadaan terlipat (conduplicati corpore) (3).
Komplikasi
Letak lintang merupakan keadaan malpresentasi yang paling berat dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan janin. Komplikasi akan bertambah berat jika kasus letak lintang telambat didiagnosa. Pada ibu, dapat terjadi dehidrasi, pireksia, sepsis, perdarahan antepartum, perdarahan pos partum, ruptur uteri, kerusakan organ abdominal hingga kematian ibu. Pada janin, dapat terjadi prematuritas, bayi lahir dengan apgar skor yang rendah, prolapsus umbilikus, maserasi, asfiksia hingga kematian janin (7,8).
Penatalaksanaan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada atau tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali, ibu dianjurkan menggunakan korset dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi perubahan letak, segera dapat ditentukan prognosis dan penanganannya. Pada permulaan persalinan, masih dapat diusahakan mengubah letak lintang janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban belum pecah (2).
Pada primigravida, jika versi luar tidak berhasil sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga pada primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap
2. Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin pada waktu his, maka lebih sering terjadi ketuban pecah sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya prolapsus funikuli
3. Pada primigravida versi ekstraksi sulit dilakukan (2).
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetri yang bersangkutan baik, tidak didapat kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan lengkap untuk melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang ibu meneran atau bangun. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesaria. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung tekanan dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio sesaria. Dalam hal ini, persalinan dapat diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan terjadi dengan lancar atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar, apabila setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang (2).
Pada letak lintang kasep, bagian janin terendah tidak dapat didorong ke atas, dan tangan pemeriksa yang dimasukkan ke dalam uterus tertekan antara tubuh janin dan dinding uterus. Demikian pula ditemukan lingkaran Bandl yang tinggi. Berhubung adanya bahaya ruptur uteri, letak lintang kasep merupakan kontraindikasi mutlak melakukan versi ekstraksi. Bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesaria dengan segera (2).
Versi dalam merupakan alternatif lain pada kasus letak lintang. Versi dalam merupakan metode dimana salah satu tangan penolong masuk melalui serviks yang telah membuka dan menarik salah satu atau kedua tungkai janin ke arah bawah. Umumnya versi dalam dilakukan pada kasus janin letak lintang yang telah meninggal di dalam kandungan dengan pembukaan serviks lengkap. Namun, dalam keadaan tertentu, misalnya pada daerah-daerah terpencil, jika dilakukan oleh penolong yang kompeten dan berpengalaman, versi dalam dapat dilakukan untuk kasus janin letak lintang yang masih hidup untuk mengurangi risiko kematian ibu akibat ruptur uteri. Namun, pada kasus letak lintang dengan ruptur uteri mengancam, korioamnionitis dan risiko perdarahan akibat manipulasi uterus, maka pilihan utama tetaplah seksio sesaria (9).
Prognosis
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi kelainan-kelainan yang menyebabkan letak lintang, misalnya panggul sempit, tumor panggul dan plasenta previa, masih tetap dapat menimbulkan kelainan pada persalinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dan janin pada letak lintang, disamping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptura uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk mengeluarkan janin (2).
Prognosis pada kehamilan letak lintang sangat dipengaruhi oleh riwayat pemeriksaan kehamilan, kecepatan penegakkan diagnosa dan sarana-prasarana kesehatan yang ada. Semakin lambat diagnosa letak lintang ditegakkan, maka kemungkinan bayi akan tetap berada dalam posisi lintang pada saat persalinan akan semakin besar. Sebagai perbandingan jika diagnosa dibuat pada UK 20-25 minggu, ± 2,6 % akan tetap pada posisi lintang dan jika diagnosa dibuat pada UK 36-40 minggu, ± 11,8 % akan tetap pada posisi lintang (4). Di negara dengan sarana-prasarana yang sudah maju, angka kematian ibu dan janin pada kasus letak lintang sudah cukup rendah. Namun, pada negara tertinggal, berbagai komplikasi masih terjadi akibat tidak adanya fasilitas seksio sesaria (10).
Angka kematian ibu sekitar 0-2 % ( RS Hasan Sadikin Bandung, 1966). Sedangkan angka kematian janin sekitar 18,3 % (RS Hasan Sadikin) dan 23,3 % (RS Umum Pusat Prop. Medan). Angka ini kira-kira sama dengan yang didapatkan oleh Wilson santara tahun 1935-1950. Tetapi dengan meningkatnya frekuensi seksio sesaria pada letak lintang, pada tahun 1951-1956 Wilson melaporkan angka kematian janin sangat menurun menjadi 5,6 % (2).
Berdasarkan penelitian WHO pada tahun 2004, rerata angka kematian akibat malposisi dan malpresentasi janin di negara-negara berkembang, seperti Brazil, Nikaragua, Ekuador dan Meksiko, sebesar 1,3 % (11).
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.
2. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002.
3. Gary F. Cunningham, Norman F.Gant, Kenneth J.Leveno, Larr C.Gilstrap III, John C.Hauth, Katharine D.Wenstrom. Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 1. Jakarta:EGC, 2006.
4. Watson AB. Management Of The Fetus In Intransverse Lie. 2006. (Online), (http://www.patients.uptodate.com, diakses 9 Desember 2007).
5. Scott MM. Shoulder Presentation Transverse Lie. Family Paractice Notebook.com. 2007.
6. OB-GYN101. Introductory Obstetrics & Gynecology. Medical Education Division, Brookside Associates, Ltd. 2005.
7. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. 2003. (Online), (http://www.who.int/ reproductive-help/impac.html, diakses 9 Desember 2007).
8. Nasir NK, Shamim SM, Musarrat H, Naeema U. Maternal and foetal complications in neglected transverse lie. J Postgrad Med Inst. 2006;20(2):126-30.
9. Mahendru A, Onome O, Ketan G, Charu R. Role Of Internal Podalic Version In Developing Countries. The Internet Journal of Gynecology and Obstetrics. 2006;6(1).
10. Brown, Teri. The Sideways Baby :Dealing with Transverse Pregnancies. (Online), (http://att.iparenting.com, diakses 9 Desember 2007).
11. WHO. Mortality Statistics: Obstructed Labour due to Malposition and Malpresentation of Fetus (most recent) by Country. 2004. (Online), (http://www.nationmaster.com, diakses 9 Desember 2007).
12. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. EGC: Jakarta, 1998.
0 komentar:
Posting Komentar