DIBERI LABEL OLEH LINGKUNGAN
Kadang, label diberikan bukan oleh orang tua, melainkan lingkungan. Sepulang bermain, si kecil lantas "mengadu", "Ayah, tadi aku dikatain anak nakal sama ibunya Doni." Nah, bagaimana reaksi Anda?
"Sebaiknya orang tua segera menganulirnya, Tidak, Nak, kamu tidak nakal, hanya terlalu aktif.," saran Enny Hanum. Dengan demikian, anak akan berpikir, "Oh, aku enggak nakal, kok."
Tapi sebelumnya orang tua harus tanya dulu, "Mengapa kamu dibilang nakal?" Misalnya, karena ia berlari-larian di rumah sang teman. Nah, jelaskan padanya, "Buat keluarga Doni, lari-larian di dalam rumah itu enggak boleh tapi kalau di rumah ini boleh. Kenapa begitu? Ya, karena begitu peraturannya. Di sana rumah Doni, punya aturan yang berbeda."
Menurut Enny, label yang diberikan oleh lingkungan atau orang yang tak dekat secara emosi dengan anak tak begitu berpengaruh pada anak. "Toh, ia bisa bilang ke orang tuanya dan orang tua bisa segera menganulirnya." Lain halnya bila label datang dari orang yang kehidupan sehari-harinya dekat dan tiap hari didengarnya, "anak akan berpikiran, Oh, aku memang begitu."
Jadi, saran Enny, tak usah terlalu dicemaskan bila anak mendapat label dari lingkungan. Juga tak perlu sampai orang tua melarang anak bermain ke luar rumah atau memindahkannya "sekolah" ke lain tempat. "Kalau kita memang ingin anak menjadi pribadi yang kuat, sebaiknya didik anak untuk mengatasi problem di lingkungannya. Kalau tidak, besarnya nanti ia tak akan bisa bermasyarakat. Jadi, lebih baik menguatkan dia agar lebih survive dalam menghadapi masyarakat."
Caranya, ya, dengan memberi pemahaman atau menganulirnya bahwa ia tak seperti label yang diberikan tersebut. Misalnya, "Betul bahwa kamu keliru, tapi keliru itu bisa diperbaiki. Disebut nakal bila kamu sudah diberitahu mana yang boleh dan tak boleh, tapi dengan sengaja melakukannya terus-menerus. Nah, itu yang namanya nakal. Tapi kamu sebenarnya enggak nakal, kok, kamu anak baik. Karena kamu anak baik, maka kamu tahu itu keliru, kan?" Tentunya minta agar ia tak berbuat keliru lagi, sehingga ia tak akan lagi disebut nakal. "Papa-Mama pernah keliru, kamu juga pernah keliru. Tapi karena kamu anak baik, maka kamu tak akan lakukan lagi." Nah, dengan meng-handle perasaannya terlebih dulu, maka dampak konsep diri yang salah pun tak akan terjadi.
Bila anak diberi label negatif oleh lingkungan namun orang tua tak tahu, maka orang tua harus peka. "Anak, kan, pasti merasa tak nyaman dengan diberi label negatif. Nah, ini akan jelas terlihat dari perilakunya walaupun ia tak bilang ke orang tuanya." Misalnya, ia tak mau main lagi ke luar rumah. Orang tua yang peka tentunya akan melihat perubahan tersebut, lalu tanyakan pada si anak. Dari situlah orang tua bisa tahu dan memberikan penjelasan padanya.
Tapi sebelumnya orang tua harus tanya dulu, "Mengapa kamu dibilang nakal?" Misalnya, karena ia berlari-larian di rumah sang teman. Nah, jelaskan padanya, "Buat keluarga Doni, lari-larian di dalam rumah itu enggak boleh tapi kalau di rumah ini boleh. Kenapa begitu? Ya, karena begitu peraturannya. Di sana rumah Doni, punya aturan yang berbeda."
Menurut Enny, label yang diberikan oleh lingkungan atau orang yang tak dekat secara emosi dengan anak tak begitu berpengaruh pada anak. "Toh, ia bisa bilang ke orang tuanya dan orang tua bisa segera menganulirnya." Lain halnya bila label datang dari orang yang kehidupan sehari-harinya dekat dan tiap hari didengarnya, "anak akan berpikiran, Oh, aku memang begitu."
Jadi, saran Enny, tak usah terlalu dicemaskan bila anak mendapat label dari lingkungan. Juga tak perlu sampai orang tua melarang anak bermain ke luar rumah atau memindahkannya "sekolah" ke lain tempat. "Kalau kita memang ingin anak menjadi pribadi yang kuat, sebaiknya didik anak untuk mengatasi problem di lingkungannya. Kalau tidak, besarnya nanti ia tak akan bisa bermasyarakat. Jadi, lebih baik menguatkan dia agar lebih survive dalam menghadapi masyarakat."
Caranya, ya, dengan memberi pemahaman atau menganulirnya bahwa ia tak seperti label yang diberikan tersebut. Misalnya, "Betul bahwa kamu keliru, tapi keliru itu bisa diperbaiki. Disebut nakal bila kamu sudah diberitahu mana yang boleh dan tak boleh, tapi dengan sengaja melakukannya terus-menerus. Nah, itu yang namanya nakal. Tapi kamu sebenarnya enggak nakal, kok, kamu anak baik. Karena kamu anak baik, maka kamu tahu itu keliru, kan?" Tentunya minta agar ia tak berbuat keliru lagi, sehingga ia tak akan lagi disebut nakal. "Papa-Mama pernah keliru, kamu juga pernah keliru. Tapi karena kamu anak baik, maka kamu tak akan lakukan lagi." Nah, dengan meng-handle perasaannya terlebih dulu, maka dampak konsep diri yang salah pun tak akan terjadi.
Bila anak diberi label negatif oleh lingkungan namun orang tua tak tahu, maka orang tua harus peka. "Anak, kan, pasti merasa tak nyaman dengan diberi label negatif. Nah, ini akan jelas terlihat dari perilakunya walaupun ia tak bilang ke orang tuanya." Misalnya, ia tak mau main lagi ke luar rumah. Orang tua yang peka tentunya akan melihat perubahan tersebut, lalu tanyakan pada si anak. Dari situlah orang tua bisa tahu dan memberikan penjelasan padanya.
0 komentar:
Posting Komentar