Kerja Tahun/Merdang Merdem
Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku Karo di Kabupaten Karo. Konon
merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh.
Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara
tari tradisional Karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan merdang merdem
pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya jatuh di bulan juli.
Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda.
Hari pertama, cikor-kor.
Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi ke ladang untuk mencari kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
Hari kedua, cikurung.
Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.
Hari ketiga, ndurung.
Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.
Hari keempat, mantem atau motong.
Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk
Hari kelima, matana.
Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.
Hari keenam, nimpa.
Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran
cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.
Hari ketujuh, rebu.
Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati
masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktifitas sebagaimana hari-hari biasanya.
Sumber: aksesories.blogspot.com
karoweb.or.id
merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh.
Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara
tari tradisional Karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan merdang merdem
pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya jatuh di bulan juli.
Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda.
Hari pertama, cikor-kor.
Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi ke ladang untuk mencari kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
Hari kedua, cikurung.
Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.
Hari ketiga, ndurung.
Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.
Hari keempat, mantem atau motong.
Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk
Hari kelima, matana.
Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.
Hari keenam, nimpa.
Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran
cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.
Hari ketujuh, rebu.
Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati
masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktifitas sebagaimana hari-hari biasanya.
Sumber: aksesories.blogspot.com
karoweb.or.id
Budaya Karoshi, Budaya Karo - sejarah marga-marga, Budaya Karo ibas terang kata dibata, Budaya Karo kerja tahun, Budaya Karo pdf, budaya batak karo, sejarah Budaya Karo, seni Budaya Karo, budaya adat karo, budaya tanah karo, artikel Budaya Karo, budaya suku batak karo, lagu budaya batak Karo mp3 download, budaya adat batak karo, sejarah budaya batak karo, seni budaya batak karo, Perkembangan budaya batak karo, makalah budaya batak karo, unsur budaya batak karo, cerita Budaya Karo, contoh Budaya Karo, budaya daerah karo, filsafat Budaya Karo, jenis Budaya Karo, budaya kabupaten karo, budaya khas karo, budaya kalak karo, sosial budaya kabupaten karo, kesenian budaya karo, gambaran sosial budaya kabupaten karo, keragaman budaya karo, lagu budaya karo, mengenal budaya karo, makalah Budaya Karo, budaya orang karo, pengertian Budaya Karo, pantun Budaya Karo, radio Budaya Karo, pesta Budaya Karo, acara Budaya Karo, musik Budaya Karo, situs Budaya Karo, situs Budaya Karo, website Budaya Karo, tarian Budaya Karo, tenah Budaya Karo, tentang budaya karo.
mp3 lagu karo, lirik lagu karo, lagu karo mp3, lagu perjabun, lagu pengantin mp3, lagu pengantin teks, lirik lagu pengantin karo, download lagu karo, festival lagu karo, teks lagu karo, lagu pengantin karo, lagu pengantin karo mp3, gratis dowload lagu karo,
Masyarakat karo tempo dulu, Masyarakat karo terobos mendagri, Masyarakat karo demo bupati, himpunan Masyarakat karo indonesia, tokoh Masyarakat karo, demo Masyarakat karo, sejarah Masyarakat karo, tradisi Masyarakat karo, cerita masyarakat karo, legenda Masyarakat karo, masyarakat adat karo, agama Masyarakat karo, himpunan Masyarakat karo, karakteristik Masyarakat karo, kepercayaan Masyarakat karo, karakter Masyarakat karo, kekerabatan Masyarakat karo, asal usul Masyarakat karo, latar belakang Masyarakat karo, sistem kekerabatan Masyarakat karo, organisasi Masyarakat karo, masyarakat tanah karo.
0 komentar:
Posting Komentar